Lihat ke Halaman Asli

Kholilul Rohman Ahmad

Publikasi merdeka dan beradab

PKB Kritik Tumpang Tindih Wilayah Pertambangan

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_133621" align="alignright" width="180" caption="Nur Yasin, Anggota Fraksi PKB DPR RI"][/caption]

Senayan, www.fraksi.pkb.or.id, -- Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Dewan Perwakilan Rakyat (FPKB DPR) menilai peta Wilayah Pertambangan (WP) sebagai acuan mengeksplorasi sumberdaya minerba di Indonesia masih kacau, tumpang tindih sehingga belum bisa dijadikan pedoman baku.

Padahal dengan pedoman baku nantinya akan dapat dijadikan acuan utama dalam menyeimbangkan tujuan meningkatkan pendapatan negara melalui pertambangan dan menjaga lingkungan hidup yang ada di atasnya.

Penilaian tersebut dilontarkan Nur Yasin, Anggota Fraksi PKB DPR, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR dengan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Dirjen Minerba Kemen ESDM), Thamrin Sihite, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (27/9/2011).

Nur Yasin menyatakan, soal kejelasan wilayah pertambangan ini sangat ditunggu-tunggu para penambang di lapangan. Dikatakan, meski dengan belum terbitkan dokumen wilayah pertambangan ini, ada sebagian daerah tetap melaksanakan aktivitas penambangan secara diam-diam.

“Memang tidak seragam masing-masing kabupaten dalam menyikapi kebelumsiapan soal WP (wilayah pertambangan, Red.) ini. Ada yang menyetop semua kegiatan pertambangan legal, ada juga yang melakukan secara diam-diam,” kata anggota Fraksi PKB asal Daerah Pemilihan Jawa Timur (Jember-Lumajang).

Dikatakan, bagi yang menyetop itu sama halnya akan menyuburkan 'illegal mining' (penambangan ilegal) seperti yang terjadi di beberapa daerah di Kalimantan Tengah. Sementara itu, bagi yang legal akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendapatan (penghasilan), padahal investasi yang sudah dikeluarkan cukup besar.

"Karena ngurus ijin-ijin itu rumit, Pak. Sangat rumit terutama berkaitan dengan kehutanan. Ditunggu saja surat itu, selain biayanya mahal, juga memakan waktu lama, bisa 2 sampai 3 tahun baru selesai,” katanya.

Menurutnya, selama ini sudah ada peta wilayah pertambangan yang dipakai sebagai acuan dalam melakukan aktifitas pertambangan. Namun tidak bisa dijadikan pedoman utama. Sebab dokumen WP antara instansi satu dan lainnya sering berbeda.

”Misalnya di tingkat provinsi, dokumen WP milik Bappeda dengan Dinas Pertambangan berbeda," katanya.

Oleh sebab itu, Nur Yasin meminta persoalan Wilayah Pertambangan ini segera diselesaikan di Jakarta agar Bupati dan Gubernur bisa segera menindaklanjutinya secara tertib. Sebab, meski sudah ada moratorium penambangan, banyak kepala daerah secara diam-diam membiarkan terjadinya eksplorasi di lapangan.

Dalam RDP yang dipimpin Ketua Komisi VII DPR Teuku Rifky Rasya itu, Nur Yasin juga mengemukakan pentingnya menjaga pertambangan sumberdaya mineral yang mengandung radio aktif.

”Saya minta penambangan radio aktif ini benar-benar dikelola secara serius untuk kepentingan rakyat,” kata Nur Yasin. (kholilul rohman ahmad)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline