Lihat ke Halaman Asli

Surgaku di Tepi Jalan

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tak perlu kemeja wangi,
cukup kaos oblong bolong-bolong
menyesak di antara tumpukan peluh
lampu merah berarti jalan
lampu hijau berarti lari

lima ribu baginya makan siang
sepuluh ribu baginya hidup seharian
tak harus bergambar proklamator
I Gusti Ngurah Rai sudah istimewa

datang pagi pulangnya malam
mandi keringat baginya kewajiban
menyerah berarti mati perlahan
bercumbu dengan asap knalpot adalah keharusan

matahari adalah kawan
rintik hujan adalah cobaan
tumpukan kertas bagaikan tempe mendoan
sehari tak habis berarti basi

(Banajarnegara, 2013)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline