Aku mendengar sendiri bagaimana suara-suara itu menjerit ketakutan dan kesakitan. Suara-suara yang berasal dari hati yang ingkar terhadap keberadaan Tuhan, raga yang tak mau berbuat baik, dan hati yang selalu bangga terhadap keburukan yang dilakukan.
Aku tak tahu persis dari mana suara itu berasal. Namun, setiap kali aku selesai memejamkan mata, mungkin sudah dalam keadaan tidur, tiba-tiba saja suara itu datang dengan sendirinya, lagi dan lagi. Khususnya di malam hari saat semua kesibukan sepanjang hari sudah selesai dan menyisakan lelah dan keinginan untuk istirahat.
Awalnya, aku mengira itu hanya mimpi biasa yang terkadang menjadi bunga tidur dan tidak perlu dipertanyakan, apalagi diperdebatkan. Meskipun setelah bangun tidur pasti ada ketakutan yang diam-diam menyergap. Seperti mendekapku begitu erat.
Pagi harinya, sempat timbul hasrat untuk menceritakan apa yang kualami semalam. Perihal suara-suara itu. Suara yang sekilas kutangkap mengandung rasa takut dan sakit yang entah karena apa. Hanya itu yang berhasil kutangkap dan kutafsirkan. Selebihnya, hanya ketidakjelasan dan efek lupa yang bisa kujelaskan.
"Tapi siapa juga yang mau mendengarkan kisah mimpi tentang suara-suara aneh yang sekilas muncul diiringi penampakan siksa kubur? Bukankah hal-hal seperti itu sudah sering menjadi bahan kajian dan ceramah para kyai saat berada di acara pengajian atau forum keilmuan. Dan aku yakin, rekan kerjaku juga tidak akan mau mendengarkan. Kecuali, jika mimpi itu berhubungan dengan seorang perempuan cantik dengan adegan panas yang sering jadi tontonan anak-anak muda secara diam-diam.
Lebih-lebih aku tidak bisa menangkap pemandangan penyiksaan itu secara jelas. Hanya ada kalimat rintihan, tangisan, dan sesenggukan yang terdengar setiap kali pukulan selesai dijatuhkan.
"Oh tidak, sepertinya lebih baik kusimpan sendiri mimpi ini. Jika suatu saat terjadi sesuatu yang kurang mengenakkan, mungkin opsi bercerita pada orang lain bisa menjadi pilihan," batinku.
Di tengah kebingungan itu, aku berusaha untuk tetap terlihat biasa-biasa, sebisa mungkin tetap produktif dan semangat dalam menyesaikan tugas. Apalagi sebagai layouter dalam suatu penerbitan, mood adalah salah satu faktor penting dalam memaksimalkan kinerja dan hasil pekerjaan.
"Garapan selanjutnya sudah saya taruh di meja ya," ucap Pemimpin Redaksi.
"Ok siap, Pak," jawabku dengan tegas.