Lihat ke Halaman Asli

Kholid Harras

Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Mengkritisi Berbagai "Gerakan Literasi"

Diperbarui: 23 Mei 2024   15:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wakil Presiden Resmi Mencanangkan Gerakan Literasi Desa | Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa - Kemendikbudristek (kemdikbud.go.id) 

Disadari bahwa kemampuan literasi yang baik merupakan faktor penentu utama bagi keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai kemajuan. Ada beberapa alasan mendasar mengapa literasi menjadi sangat penting. Pertama, kemampuan literasi dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung menjadi landasan bagi pengembangan berbagai kompetensi lain. Individu dengan literasi yang baik dapat dengan mudah mengakses, memahami, dan mengolah informasi, sehingga mereka dapat terus belajar, berinovasi, dan beradaptasi dengan perubahan.

Kedua, individu dengan literasi yang baik cenderung lebih mahir dalam menggunakan dan mengembangkan teknologi baru. Kemajuan teknologi yang pesat membutuhkan tenaga kerja yang mampu beradaptasi dan berinovasi, sehingga negara-negara dengan populasi yang memiliki kompetensi literasi tinggi lebih unggul dalam mengadopsi dan mengembangkan teknologi mutakhir.

Ketiga, tenaga kerja yang memiliki literasi yang baik cenderung lebih produktif dan mampu berinovasi. Hal ini mendorong peningkatan produktivitas dan daya saing ekonomi suatu negara. Literasi yang baik juga memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi, mencari peluang, dan berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi.

Keempat, individu dengan literasi yang baik lebih mampu berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan aktivitas masyarakat. Hal ini mendukung pembangunan demokrasi yang berkelanjutan dan pengambilan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Literasi yang baik juga memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi, layanan, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan.

Menyadari pentingnya kepemilikan SDM yang baik, pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa gerakan dan inisiatif literasi dalam beberapa tahun terakhir. Antara lain "Gerakan Literasi Sekolah" (GLS) sejak 2016, yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan budaya literasi di lingkungan sekolah, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah.  Selanjutnya "Gerakan Literasi Nasional" (GLN) yang diluncurkan pada tahun 2017, sebagai gerakan yang lebih luas mencakup seluruh lapisan masyarakat, meliputi literasi dasar, literasi digital, literasi finansial, literasi hukum, dan literasi budaya.

Kemudian pada tahun 2020 Kemendikbudristek meluncurkan  "Program Indonesia Membaca". Program ini bertujuan untuk meningkatkan minat baca masyarakat melalui berbagai kegiatan, seperti penyediaan taman baca, pelatihan, dan kampanye. Disusul Kemendagri pada tahun 2021 meluncurkan program "Kampung Literasi". Melalui program ini Kemendagri bertekad mengembangkan kampung-kampung dengan pusat-pusat kegiatan literasi, melibatkan peran aktif pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Kemudian seakan tidak mau ketinggalan, Kominfo mencangankan "Program Pintar", yang  bertujuan untuk meningkatkan literasi digital masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil.

Kemudian yang paling baru, program "Gerakan Literasi Desa" (PLD), yang diluncurkan pada pertengahan tahun 2024 oleh Puspenas. PLD bertujuan untuk semakin mendekatkan buku kepada masyarakat yang tinggal di perdesaan dan menyediakan bahan bacaan sesuai kebutuhan mereka.

Berbagai gerakan literasi tersebut menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kemampuan literasi masyarakat di seluruh lapisan, sebagai upaya untuk mendorong kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Meskipun demikian, berbagai Gerakan literasi tersebut dalam implementasinya harus diakui tidak semudah yang  direncanakan. Ada sejumlah banyak tantangan yang harus dihadapi, baik secara teknis maupun dalam pengkoordinasianya. Esai ini akan membahas beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam mengkritisi gerakan literasi tersebut.

Salah satu kritik yang sering muncul adalah masalah fokus. Beberapa gerakan literasi cenderung terlalu fokus pada aspek tertentu, seperti membaca dan menulis, sementara mengabaikan aspek lain yang juga penting, seperti literasi digital, finansial, atau kesehatan. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan holistik dan komprehensif untuk memenuhi kebutuhan literasi masyarakat secara menyeluruh.

Selanjutnya, kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan gerakan literasi. Padahal, tanpa partisipasi aktif masyarakat, upaya literasi mungkin tidak mencapai dampak yang diharapkan. Gerakan literasi harus melibatkan masyarakat dari perencanaan hingga implementasi serta evaluasi program.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline