Kesejahteraan guru dan dosen menjadi sorotan utama pada visi-misi para capres-cawapres yang berlaga pada Pilpres 2024. Anies-Muhaimin (AMIN), Prabowo-Gibran, dan Ganjar-Mahfud MD telah menawarkan berbagai rencana kebijakan unggulan yang mereka yakini akan menyejahterakan barisan pahlawan yang penuh jasa dalam membentuk generasi penerus bangsa ini.
Namun, pertanyaannya sejauh mana visi-misi dari ketiganya realistis dalam mewujudkan kesejahteraan para pendidik negeri ini? Tulisan ini akan mencoba membedahnya.
Sebelumnya mari kita lihat jumlah mereka saat ini di Indonesia. Menurut data Kemendikbudristek, jumlah guru di Indonesia saat ini sekira 3,36 juta orang.
Sedangkan menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2022, terdapat 316.912 orang dosen di Indonesia. Konsekuensi dari data tersebut, ketika seorang calon presiden (capres) berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen akan berkelindan dengan sejumlah aspek.
Pertama jumlah guru yang signifikan mengindikasikan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan guru akan memiliki dampak besar terhadap jumlah anggaran pendidikan. Meningkatkan gaji, tunjangan, atau manfaat lainnya untuk jutaan guru akan memerlukan sumber daya keuangan yang substansial.
Manakala tidak dirancang dengan baik meningkatkan gaji dan tunjangan guru dalam jumlah besar dapat memiliki potensi dampak pada inflasi. Pengendalian inflasi harus menjadi pertimbangan serius dalam perencanaan kebijakan.
Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen harus diselaraskan dengan kondisi ekonomi negara secara keseluruhan
Kedua, mengupayakan program-program kesejahteraan bagi guru dan dosen yang jumlahnya cukup besar memerlukan kebijakan yang baik dan implementasi yang tepat.
Tantangan logistik, administratif, dan monitoring akan menjadi faktor kunci dalam menghadirkan perubahan tersebut.. Memastikan keberlanjutan dan keseimbangan anggaran nasional akan menjadi tantangan yang memerlukan perencanaan yang matang.
Ketiga, sasaran kesejahteraan guru tentunya tidak hanya mencakup guru yang bertugas di sekolah negeri tetapi juga guru di sekolah swasta. Menemukan keseimbangan antara keduanya dan memastikan bahwa guru di sektor swasta juga mendapatkan manfaat dari kebijakan ini akan menjadi tantangan tersendiri.