Lihat ke Halaman Asli

Kholid Harras

Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pertanyaan Jebakan dalam Debat: Strategi Jitu atau Kurangnya Kecerdasan?

Diperbarui: 24 Desember 2023   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaan Gibran Tentang "SGIE" di Debat Cawapres Dianggap Menjebak, Mirip Cerdas Cermat - indoposco 

Ddebat antar-calon wakil presiden (Cawapres) yang digelar pada Jumat malam (22/12/2023), Cawapres nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka, terlibat dalam serangkaian pertanyaan yang oleh beberapa pihak dinilai sebagai pertanyaan-pertanyaan jebakan. Dalam konteks dirinya sebagai seorang calon pemimpin bangsa, apakah strategi debat putra sulung Jokowi tersebut merupakan langkah jitu dan cerdas,  atau justru sebaliknya?

Salah satu momen menarik terjadi ketika Gibran mengajukan pertanyaan kepada Muhaimin Iskandar, atau Cak Imin, mengenai langkah-langkah meningkatkan peringkat Indonesia di  SGIE, tanpa memberikan prolog penjelasan apa itu singkatan SGIE.  Gibran meminta Cak Imin memberikan pandangannya. Cak Imin pun dengan jujur mengakui ketidaktahuannya ihwal SGIE dan meminta penjelasan balik kepada Gibran ihwal SGIE.

Selanjutnya Gibran menjelaskan bahwa SGIE merujuk pada "State of Global Islamic Economy,". Saat ini kata Gibran, Indonesia tengah fokus mengembangkan ekonomi syariah, terutama dalam sektor fashion, skin care, dan makanan halal. Setelah mendapatkan informasi tersebut, Cak Imin pun menyampaikan penjelasanya dengan baik dan lancar.  

Gibran juga melontarkan pertanyaan mengenai regulasi dalam bidang teknologi carbon capture and storage (CCS) kepada cawapres nomor urut 3, Mahfud MD. Sayangnya, Gibran kembali tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai istilah atau singkatan CCS. Mahfud MD menjawab dengan merinci proses regulasi pembuatan undang-undang yang dilengkapi dengan naskah akademik. Gibran kemudian menilai bahwa jawaban Mahfud tidak relevan dengan pertanyaannya. Hal tersebut menyebabkan ketidaknyambungan dalam perdebatan keduanya.

Pertanyaan-pertanyaan ala Gibran, baik kepada Cak Imin maupun Mahfud MD mengingatkan publik pada momen serupa dalam debat Capres 2014 dan 2019 antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Pada saat itu, Jokowi juga menggunakan strategi jebakan dengan modus mengajukan pertanyaan singkatan tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, sehingga menciptakan ketidaknyamanan di antara para peserta debat saat itu.

Pada debat Pilpres 2014 Jokowi sempat bertanya ke Prabowo soal langkahnya meningkatkan peran TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah), tanpa menjabarkan lebih jauh singkatan TPID. Akibatnya Prabowo pun saat itu bertanya balik ke Jokowi soal kepanjangan TPID dan mengakui ia tidak hafal setiap singkatan. Sedangkan pada Pilpres 2019 Jokowi juga melakukan modus yang sama. Dia menanyakan kepada pasangan Prabowo  bagaimana cara menumbuhkan star-up unicorn di Indonesia, juga tanpa didahului oleh penjelasan. Hal itu telah membuat Prabowo kedodoran menjawabnya.  

Menyaksikan cara Gibran menyampaikan pertanyaan kepada mitra debatnya pada Pilpres 2024 publik pun banyak yang bertanya: apakah strategi Gibran tersebut  efektif dalam merangkul pemahaman bersama mengingat debat mereka disiarkan langsung oleh media, ataukah hal itu lebih mengarah pada upaya menciptakan sensasi dan mempertontonkan sebuah kejumawaan atau kekurangan kecerdasanya?

Ketika sesorang mengajukan pertanyaan mengenai sesuatu yang berbentuk  sebuah singkatan tapi tidak dengan menjelaskan terminologi dan kepanjangan dari singkatan tersebut,  maka hal tersebut suka tidak suka dapat  dikatagorikan pertanyaan jebakan. Pertanyaan tersebut mungkin sengaja disusun untuk menguji pengetahuan seseorang atau untuk melihat seberapa baik mereka memahami singkatan tanpa penjelasan tambahan.

Seseorang dengan sengaja menggunakan singkatan tanpa memberikan penjelasan untuk menciptakan dapat dipastikan akan menimbulkan kebingungan atau untuk memanfaatkan ketidakpastian interpretasi, ini dapat dianggap sebagai bentuk jebakan komunikasi. Dalam konteks teori komunikasi politik, masalah seperti ini dapat dikaitkan dengan konsep interpretasi yang beragam atau penafsiran yang subjektif. Konsep ini dapat dipahami melalui lensa komunikasi simbolik dan bagaimana pesan politik dapat bervariasi dalam pemahaman dan interpretasi oleh masyarakat.

Dalam teori komunikasi politik, penting untuk memahami bahwa komunikasi bukan hanya tentang apa yang disampaikan oleh pengirim pesan, tetapi juga tentang bagaimana pesan itu diterima dan diinterpretasi oleh penerima pesan. Jika singkatan digunakan tanpa penjelasan yang memadai, hal itu dapat menciptakan ketidakjelasan dan ketidakpastian dalam pemahaman politik yang pada gilirannya dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan dan partisipasi politik. Dan modus seperti itu sangat tidak beradab karena tidak mengedukasi masyarakat.

Gibran, atau siapapun,  tentu boleh saja meniru berbagai strategi dalam melakukan perdebatan. Tetapi terilah hal hal yang positif. Misalnya bagaimana meningkatkan pemahaman topik dan mengajukan pertanyaan kritis, menjaga etika dan gaya berbicara, serta strategi menyusun argumen yang cerdas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline