Latar belakangnya adalah sebuah sekolah berasrama di salah satu kota di Indonesia. Sudut pandangnya berasal dariku, seorang siswa kelas sebelas di sekolah tersebut.
Pagi-pagi sekali, aku terbangun dari tidur nyenyakku. Kamar masih gelap, namun ternyata jam menunjukkan pukul lima tigapuluh. Sedikit bercerita, kamarku berada di lorong sempit bernama salah satu nama bunga, lorong ini memang tidak pernah terkena sinar matahari, sehingga gelap; begitupun juga dengan kamarku, akibatnya lampu hampir selalu dinyalakan.
Aku turun dari ranjang yang berada di tingkatan ke dua. Menuju ke kamar kecil, buang air, mengambil air wudhu , lalu sembahyang subuh. Sembahyangnya memang sedikit terlambat karena salahku sendiri. Sedikit bercerita, sebenarnya aku sudah terbangun dari pukul dua lima puluh tujuh. Pada saat itu aku mendengar suara alarm dari berbagai kamar, kau tahu? Terdengar seperti sebuah perang, mereka berlomba untuk merangkak masuk ke lubang telinga. Tak mau kalah, aku memutar juga sebuah lagu, keras-keras. Pukul enam tiga puluh, aku tanpa sadar telah kembali tertidur.
Dalam satu ruangan kamar, terdapat empat makhluk berspesies manusia, dan mungkin ada juga beberapa yang lain, aku tidak pernah tau. Manusia Kasur Seberang Atas, masih tertidur. Manusia Kasur Seberang Bawah, masih berselimut. Manusia Kasur Tepat di Bawahku, sudah tidak ada. Aku turun dari ranjang yang berada di tingkatan ke dua. Menuju ke kamar kecil, buang air, mengambil air wudhu , lalu sembahyang subuh.
Beberapa menit kemudian, Manusia Kasur Seberang Atas turun, menatap layar, selamat pagi. Manusia Kasur Seberang Bawah melipat selimut, selamat pagi. Manusia Kasur Tepat di Bawahku masuk ke kamar, ia rapi, katanya baru selesai mencuci baju kotor, selamat pagi juga.
Mandi masih belum diperlukan. Petugas kedisiplinan, dalam artian ini orang yang bertanggung jawab terhadap kedisiplinan asrama, meneriakkan suaranya ke lorong. Menyebut nama lorong yang bernama salah satu nama bunga itu, ayo sarapan.. tanda seru. Kemudian, lorong mulai ricuh, tetapi mulutku diam saja. Menunggu sepi, sudah menjadi kebiasaan, aku akan menjadi orang terakhir yang meninggalkan kamar. Bertugas mematikan lampu, mengunci pintu, lalu meletakkan pintunya ke meja penjaga. Salah, maksudku meletakkan kunci pintunya.
Aku berjalan keluar. Melihat orang-orang yang lain juga berjalan menuju aula makan. Aku suka mengamati manusia, bagaimana mereka melihat, bercakap, bergerak, dan merasa; juga apa yang mereka gunakan dan kenakan. Sedikit bercerita, di zaman modernisasi seperti sekarang, pola dan gaya pakaian remaja menjadi sangat berbeda ya.. Dulu sewaktu masih kecil, banyak dari mereka memakai kaus dan kemeja polos saja. Sekarang kaus sudah berenda, berlubang lubang, berpola, berlengan pendek, mengembang, dan juga yang lain; kalian pasti tau sendiri tanpa perlu kusebutkan. Selain itu kemeja juga berubah, namun tak sebanyak model kaus. Selain baju atasan, baju bawahan juga pasti berubah bukan??
Ketika menaiki tangga, pandanganku tertuju pada salah seseorang. Tubuhnya kecil, ramping, berambut sepunggung diikat ekor kuda, berkacamata. Ia memakai baju kaus putih hitam yang agak mengembang dan berkerut di bagian bawahnya, lengannya panjang seperti kaus normal. Anehnya, gadis itu tidak memakai celana.
~
~
~