Pada bulan Agustus tahun 2007, John McCain menghubungi Steve Schmidt seorang ahli strategi kampanye. John McCain menceritakan masalah-masalah yang dihadapinya kepada Steve Schmidt. Di tengah obrolan telepon mereka, Steve memiliki pesan terhadap John bahwa " John McCain mengutamakan kepentingan negara".
John tertarik dengan apa yang diucapkan oleh Steve dan memintanya untuk bergabung dalam tim kampanyenya untuk dapat memenangkan pilpres. Namun Steve telah berjanji kepada istrinya bahwa dia tidak akan ikut ambil bagian pilpres kali ini. John membujuk terus dan meminta Steve untuk mempertimbangkan tawaran yang sudah dia berikan dan pada akhirnya Steve akan memikirkannya lagi.
Pada tanggal 24 Juli tahun 2008, John McCain bersama dengan tim kampanyenya menonton pidato Barack Obama di Berlin, Jerman. Mereka khawatir bila pidato rapat partainya sebagus yang dilakukan di Berlin mereka akan berakhir sampai tahapan ini saja.
Di tengah diskusi yang mereka lakukan, Fred Davis seorang kepala strategi media memberikan usulan agar John mengangkat isu Pendeta Wright mengenai " Amerika Sialan" karena menurut Fred Davis hal itu merupakan senjata terbaik yang mereka miliki. Namun John McCain dan tim sukses lainnya tidak menyetujui hal tersebut karena John McCain menginginkan kampanye yang bisa dibanggakan oleh anak-anaknya dan mengangkat isu tersebut sama saja menyerang pendeta berkulit hitam.
Lalu Steve memberikan saran kepada John McCain untuk bertanya kepada penduduk Amerika "Apakah kalian ingin presiden berikutnya seorang negarawan atau seorang selebriti?". Hal ini berdasarkan pandangan Steve mengenai Barack Obama yang merupakan seseorang tanpa prestasi yang telah menjadi selebriti terbesar di dunia. Bahkan wajah Barack Obama terdapat di sampul setiap majalah berita, sampul setiap majalah hiburan dan terdapat 200.000 orang di Berlin yang berteriak menyebut nama Barack Obama. Atas saran Steve tersebut, John menyetujuinya dan ingin mencobanya.
John McCain menginginkan yang menjadi cawapres untuk mendampinginya adalah Joe Lieberman. Namun hal tersebut banyak menuai kekhawatiran dari tim kampanyenya karena John McCain dan Joe Liberman berasal dari partai yang berbeda. John dari partai Republik sedangkan Joe Liberman dari partai Demokrat. Selain itu mereka berbeda pandangan, John seorang yang pro-life dan Joe Liberman seorang yang pernah berpasangan dengan Al Gore pada pilpres sebelumnya dan seorang pro-choice (gerakan mendukung legalitas aborsi).
Berbagai media membiacakan mengenai John McCain yang menggandeng Joe Liberman sebagai cawapres. Berdasarkan berita yang ada di media, ide untuk menjadikan Joe Liberman sebagai cawapres akan memecah dukungan partai terutama untuk kaum konservatif mengingat mereka berdua berasal dari partai yang berbeda.
Dalam sebuah rapat pertemuan membahas terkait menjadikan Joe Liberman sebagai cawapres adalah langkah yang buruk disamping itu suara kaum pria naik 20 % sedangkan untuk kaum wanita turun 20 %. John McCain masih harus menaikkan lagi 15 % suara kaum wanita karena jika turun 5 % lagi maka John McCain akan kalah. Dalam rapat tersebut John McCain meminta untuk dicarikan pasangan cawapres seorang wanita.
Salah satu tim kampanyenya yakni Rick Davis mencarikan calon pasangan baru seorang wanita untuk John melalui google dan youtube. Di antaranya Meg Whitman, Linda Lingle, Kay Bailey Hutchison, Susan Collins dan Sarah Palin. Pilihan jatuh kepada Sarah Palin seorang Gubernur Alaska. Sarah Palin dianggap seorang bintang yang bisa menyaingi Obama, seorang yang pro-life dan bisa menarik suara kaum wanita.
Selanjutnya Sarah Palin dihubungi dan diminta untuk datang ke Arizona . Namun sebelum bertemu dengan John McCain, Sarah Palin ditanya-tanyai mengenai apakah dia siap dengan segala hal buruk yang akan terjadi kedepannya ketika bersedia menjadi pasangan John McCain dan Sarah Palin siap dan dia yakin terhadap pilihannya. Kemudian Sarah Palin harus menjalani verifikasi singkat selama kurun kurang dari 5 hari.