Saat aku berjalan menyusuri aspal yang hitam
Tak sengaja mataku melihat ada dua sejoli mengumbar kemesraan
Kala itu aku masih semester dua
Aku juga masih jomblo
Karena tak ada perempuan satupun yang mendekatiku
Lalu kubisikkan dalam hati
Benar-benar keparat anak itu
Mengumbar kemesraan tanpa menyadari
Dia telah membuat para jomblo dilanda sedih
Namun kucoba tuk kuatkan hati
Mungkin dia baru pacaran pertama
Jadi wajar etika sementara dibuang saja
Anggap saja dunia milik mereka berdua
Sungguh terlalu anak itu
Mengumbar kemesraan dihadapan jomblo yang tak laku-laku
Hehe...
Bisikku sambil meringis dan tertawa kecil
Karena hidup itu memang berbeda sebuah jalan
Mereka ada yang jalan mulus mencapai titik perjodohan
Namun ada juga jodoh tak datang-datang
Hingga umur sudah mulai menua
Rambut sudah mulai memutih
Antara satu atau dua rambut
Tetapi tetap saja jodoh terasa jauh
Namun apa di kata
Jika ketemu ahli nasihat
Dengan lantang bicara
Jodoh dan mati itu kehendak Tuhan
Manusia hanya menjalani sebuah nafas kehidupan
Mengumbar kemesraan
Tanpa ada kata koma
Seolah-olah dunia milik mereka
Mungkin saja yang lain
Mereka anggap hanya sebatas ngontrak
Tak lebih dari itu
Mengumbar kemesraan
Biang menjadi malapetaka
Jika tidak dikelola dengan indah
Karena hidup tak selamanya mesra
Walaupun engkau bertahan dengan kemesraan
Jalan terjal sebuah nafas tak ada yang abadi
Begitu juga kemesraan tak ada yang abadi
Semua hanya fatamorgana
Selama kita masih menginjakkan tanah dan menghirup udara senja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H