Lihat ke Halaman Asli

Surat Cinta Untuk Prabowo

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salam hangat, Pak

Saya telah lama mengenal bapak. Sejak bapak secara gagah menjadi anggota Kopassus hingga menjadi seorang politisi. Bapak menyilaukan mata saya dengan keanggunan bapak berkuda dan disambut gemuruh ribuan pendukung yang luar biasa. Sejenak saya terpikir, inilah presiden yang kita butuhkan. Sejak lama kami haus akan kepemimpinan yang berkarakter seperti era Soekarno. Lama kita menunggu keadaan masyarakat kecil yang membaik seperti era Soeharto. Bahkan beliau kembali muncul dengan menyapa : Piye kabare? Sek penak jamanku toh?

Mendung tak juga habis, hujan tak jua reda, dompet tak jua terisi, bahkan status KTP tak juga berganti. Suram rasanya masa depan negeri ini. Kemana langkah kaki ini akan ku bawa, aku tak tahu lagi. Tapi anda muncul! Terang, cerah, berkilauan, membawa harapan.

Namun, semua berubah sejak partai banteng menyerang. Anda kalap. Sindir sana sini, maki sana sini, lempar hp sana sini (saya juga mau kalau S5), gampar sana sini, menyalahkan sana sini. Saya cukup mafhum pada awalnya. Tapi anda terus kalap. Anda menyalahkan semuanya atas kekalahan anda. KPU curang, tidak jujur, adik ipar JK, terima suap, rekayasa hasil perhitungan, peretasan situs KPU oleh hacker Cina, kota suara dibakar, penggiringan opini publik, de-elel. Anda bahkan menghina bangsa sendiri! Anda menganggap kami kacung, hina, suka dijajah asing, negeri yang akan hancur, macam-macam. Sedemikian benci-kah anda dengan bangsa sendiri? Oh iya, anda terdidik secara Amerika. Maklum jika anda mengatakan rakyat kita belum siap untuk demokrasi karena masih ada kanibal. Saya sangat berharap Sumanto mendengar perkataan anda ini dan merasa tersinggung kemuadian lidah anda digigit dan dikunyahnya. Benar, kami masih belum siap untuk demokrasi. Kami bahkan diajari demokrasi oleh orang buta. Ya, orang buta yang anda hina itu mengajari kita kesetaraan derajat manusia tanpa memandang lebar kelopak mata dan warna kulit.

Kita memang belum siap untuk demokrasi. Anda menjeadi cerminan terbaik untuk itu. Orang yang dipilih oleh 47% rakyat Indonesia ternyata seorang yang hidup di dunia yang dia buat sendiri. Kalau kami belum siap untuk demokrasi, anda belum siap untuk hidup dalam kenyataan. Kalau kami bangsa kacung, setidaknya kami kacung yang punya harga diri. Kami dikuasai asing??? Memang benar dan kami sudah jenuh. Karena itulah kami lebih memilih Revolusi Mental yang diusung pemimpin yang lahir dan besar dari tanah negeri ini daripada Indonesia Bangkit yang diusung pemimpin yang tidak membumi. Kenapa? Sederhana saja alasannya, anda lebih mementingkan Indonesia sebagai negara daripada Indonesia sebagai sebuah bangsa. Itu hal yang jelas berbeda!

Kami merindukan masa Orde Baru. Di masa itu, hidup terasa lebih mudah. Saking mudahnya, kami tidak peduli akan pembunuhan penguasa, perampasan hak rakyat, hingga pelanggaran HAM di Timor Timur. Namun sekarang berbeda. Penderitaan membuat kami sadar bahwa kemudahan hidup masa lalu hanya sebuah bayang semu. Tapi satu hal yang positif, kami lebih dewasa dalam berpikir dan lebih peduli terhadap bangsa ini. Oleh karena itu, biarkan kami yang memimpin. Ya, kami, yang dari golongan sipil. Saatnya militer benar-benar memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga sipil lain setelah pensiun. Siapa pun bisa menjadi presiden, tidak harus lebih dulu menjadi jenderal.

Terakhir saya sampaikan banyak terima kasih atas kehadiran anda dalam pilpres kali ini. Rakyat menjadi lebih peduli dengan nasib sesamanya. Jangan khawatir, kami akan tetap mengawal dan kritis terhadap pemerintahan baru. Semoga anda berbesar hati dan segera enyah dari negeri ini.

Salam cinta bangsa Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline