Voting behaviour atau perilaku pemilih merupakan fenomena yang kompleks dan menarik untuk dipelajari dalam konteks pemilihan umum (pemilu). Proses voting behaviour dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari identitas politik, ideologi, sosial, ekonomi, hingga faktor-faktor psikologis (Suryadinata, 2017). Dalam pemilihan umum, proses voting behaviour menjadi sangat penting karena akan menentukan hasil akhir dari suatu pemilihan.
Studi tentang proses voting behaviour dalam pemilihan umum memerlukan pendekatan multidimensional yang melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti ilmu politik, sosiologi, psikologi, dan ekonomi (Kusnadi, 2018). Identifikasi partai pemilih, pola dukungan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan politik menjadi bagian penting dalam memahami proses voting behaviour. Di Indonesia, proses voting behaviour dalam pemilu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor unik seperti dinamika politik lokal, budaya politik, dan sejarah politik negara. Pengaruh faktor sosial, ekonomi, dan ideologi juga turut berperan dalam membentuk pola dukungan pemilih dalam pemilu (Suryadinata, 2017). Artikel ini akan menjelaskan empat model utama: Model Identifikasi Partai, Model Sosiologis, Model Ideologi Dominan, dan Model Pilihan Rasional Ekonomis.
1. Model Identifikasi Partai (The Party Identifications Model)
Model identifikasi partai menekankan bahwa pemilih cenderung memilih berdasarkan identifikasi partai politik yang mereka miliki. Rasa kedekatan dengan salah satu partai atau kandidat merupakan salah satu faktornya (Septiani, 2024). Identifikasi partai adalah keyakinan individu terhadap nilai-nilai, tujuan, dan kebijakan partai tertentu (Lipset, 1967). Pemilih yang mengidentifikasi diri mereka dengan suatu partai cenderung konsisten dalam mendukung partai tersebut dari waktu ke waktu. Dalam model ini, menyoroti pentingnya membangun dan memelihara identitas partai di mata pemilih.
Salah satu contoh kelompok pemilih pendukung berdasarkan model ini adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). PDI-P telah berhasil membangun citra sebagai partai yang mewakili kepentingan rakyat Indonesia, terutama golongan pekerja, petani, dan kaum miskin. Mereka menekankan pada nilai-nilai nasionalisme, demokrasi, dan keadilan sosial sebagai inti dari identitas partai. Pesan-pesan kampanye PDI-P seringkali berfokus pada pencapaian partai dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, serta menyoroti komitmen partai terhadap pembangunan dan kesejahteraan nasional. Komunikasi pemasaran politik PDIP cenderung memfokuskan pada cerita-cerita yang menyoroti sejarah perjuangan partai, kepemimpinan tokoh-tokoh PDIP yang dihormati, dan prestasi partai dalam memperjuangkan kepentingan rakyat (Jessica, 2023). Melalui kampanye politik yang menekankan kesetiaan pada partai dan nilai-nilai yang dipegang teguh, PDIP berhasil mempertahankan basis pemilihnya yang setia.
2. Model Sosiologis (The Sociology Model)
Model sosiologis menekankan pada pengaruh faktor-faktor sosial, seperti pendidikan, pendapatan, dan latar belakang etnis, dalam membentuk preferensi politik seseorang (Septiani, 2024). Melalui model ini menunjukkan bahwa perilaku pemilih tidak hanya dipengaruhi oleh pertimbangan rasional atau ideologi politik, tetapi juga oleh konteks sosial dan ekonomi (Suryadinata, 2017). Dengan memperhatikan faktor-faktor sosial dan ekonomi yang mempengaruhi preferensi politik pemilih, partai politik dan kandidat dapat merancang strategi komunikasi yang lebih efektif dan relevan dengan kebutuhan pemilih, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesempatan mereka untuk memperoleh dukungan dalam pemilihan umum.
Salah satu contoh kelompok pemilih pendukung berdasarkan model ini adalah Partai Buruh. Partai ini menekankan pada perspektif sosiologis yang menyoroti struktur sosial, ketimpangan ekonomi, dan perjuangan kelas sebagai landasan dalam perumusan kebijakan politik dan strategi komunikasi (Setyawan, 2023). Partai Buruh menempatkan perjuangan kelas sebagai fokus utama. Mereka menyoroti pentingnya solidaritas antara buruh, petani, dan kelas pekerja lainnya dalam memperjuangkan hak-hak ekonomi dan sosial mereka, serta memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat. Mereka menawarkan program-program yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi kerja, upah, dan hak-hak pekerja, serta menekankan pentingnya perlindungan hukum, khususnya bagi kaum buruh (Setyawan, 2023).
3. Model Ideologi Dominan (The Dominant Ideology Model)
Model ini menekankan bahwa ideologi yang dominan dalam masyarakat akan mempengaruhi pilihan politik individu (Septiani, 2024). Model ideologi dominan mengasumsikan adanya satu set ideologi atau pandangan politik yang mendominasi di dalam masyarakat. Ideologi ini dapat berasal dari partai politik, kelompok kepentingan, atau elite politik yang memiliki kontrol atas narasi politik yang dominan (Suryadinata, 2017). Dengan memahami dan mengadopsi ideologi dominan yang ada, partai politik dan kandidat dapat lebih efektif dalam merancang strategi komunikasi politik yang memikat bagi pemilih, serta memperoleh dukungan yang lebih luas dalam pemilihan umum.