Lihat ke Halaman Asli

Khofifah Indar Parawansa

UIN Raden Mas Said Surakarta

Legal Pluralism dan Progressive Law dalam Masyarakat

Diperbarui: 11 Desember 2023   08:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Khofifah Indar Parawansa

NIM : 212111241

Kelas : HES 5G

Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap efektivitas hukum dalam Masyarakat dan karakter penegak hukum yang efektif

Ada empat faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum : (1) A turan hukum. Norma hukum adalah semua peraturan yang ada yang dikeluarkan secara resmi oleh penguasa, sifatnya mengikat setiap orang, pelaksanaannya menjadi suatu keharusan untuk ditaati, dan pelanggarannya menimbulkan sanksi tertentu. (2) Penegak hukum. Aparat penegak hukum adalah orang yang berupaya mewujudkan gagasannya, dan dalam arti sebenarnya adalah orang yang berupaya menegakkan dan mewujudkan berfungsinya norma-norma hukum secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. (3) Sarana atau fasilitas. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan atau sasaran. Fasilitas fisik berfungsi sebagai elemen pendukung. Dalam hal ini bagaimana aparat kepolisian memproduksi program berita tentang kriminalitas, dan (4) warga sekitar. Faktor terakhir yang mengaktifkan regulasi adalah kesadaran anggota masyarakat, yang disini disebut dengan kesadaran kepatuhan, yang sering disebut dengan tingkat kepatuhan Tingkat kepatuhan hukum suatu masyarakat dapat dikatakan sebagai indikator praktis penegakan hukum. Kedudukan aparat penegak hukum tidak hanya sekedar pekerjaan (occupation), namun juga merupakan profesi.

Aparat penegak hukum sebagai profesional dituntut memiliki tiga sifat, yaitu pengetahuan khusus, tanggung jawab dan tanggung jawab sosial, serta rasa persatuan dan solidaritas guna menjaga harkat dan martabat kemampuan profesionalnya. Selain itu, aparat penegak hukum juga harus mempunyai tugas dan wewenang yang responsif terhadap perkembangan dan gerakan sosial saat ini. Hal ini juga membutuhkan keterampilan kognitif dan emosional untuk menegakkan hukum dan keadilan. Kemampuan kognitif dipahami sebagai keterampilan yang berkaitan dengan persepsi dan interpretasi terhadap lingkungan oleh seseorang yang ditandai dengan pengetahuan. Kompetensi emosional, sebaliknya, mengacu pada emosi yang tercermin dalam sikap seseorang terhadap tanggung jawab sosial.

Contoh pendekatan sosiologis dalam studi hukum ekonomi syariah

Pencapaian nyata hukum ekonomi syariah di Indonesia terutama terlihat pada pengakuan fatwa Dewan Syariah Nasional sebagai hukum ekonomi syariah yang substantif. Demikian pula dalam bentuk undang-undang seperti  Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Administrasi Zakat dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 dipenuhi oleh perekonomian syariah. Di bidang asuransi, dana investasi, obligasi, pasar modal syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya, tentunya juga diperlukan peraturan hukum lainnya untuk pengembangannya, di samping peraturan hukum lain yang sudah ada. Bahan baku undang-undang ini antara lain penelitian fiqh yang dilakukan oleh para ahli hukum.

Kritik legal pluralism terhadap sentralisme hukum dalam masyarakat dan kritik progressive law terhadap perkembangan hukum di Indonesia

Pluralisme hukum dapat dikatakan sebagai jawaban atas kelemahan sistem hukum nasional Indonesia yang cenderung sentralistik. Hal ini terlihat pada beberapa pedoman dan ketentuan perundang-undangan yang memuat gagasan pluralisme hukum. Contoh klasiknya adalah UU Agraria yang secara jelas mengatur pengakuan hak atas tanah masyarakat hukum adat dan ulayat. Dalam perkembangannya, seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah dan otonomi khusus, bermunculan peraturan-peraturan daerah yang berupaya untuk mengakui atau mengintegrasikan keberagaman hukum di tingkat daerah, tidak hanya di tingkat nasional, namun juga di tingkat daerah. Contohnya adalah meluasnya pembentukan peraturan syariah setempat di wilayah tersebut, Kanun di Aceh, dan pembentukan lembaga adat yang diakui sebagai wahana penyelesaian sengketa adat.

Hukum progresif mengingatkan kita bahwa dinamika hukum tidak pernah berhenti karena hukum selalu dalam keadaan berevolusi dengan sendirinya. Oleh karena itu, terjadinya perubahan sosial yang didukung oleh manipulasi sosial yang terencana melalui hukum akan mewujudkan tujuan hukum yang progresif, yaitu kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat. Oleh karena itu, perlu dipertahankan umur hukumnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline