Human Imunodeficiency Virus/ Acquired Aimmune Dediciency Syndrome atau sering disebut dengan HIV/AIDS merupakan dua hal berbeda, dimana HIV merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh membuat sel darah putih tidak mampu melawan penyakit yang menyerang tubuh (Katiandagho, 2017).
Apabila terus terjadi maka akan terjangkit AIDS. AIDS merupakan suatu penyakit yang terjadi sebab terinfeksinya tubuh oleh HIV. Pada tubuh seseorang yang mengidap HIV positif belum tentu mengalami AIDS karena dari terinfeksinya baru berlangsung sekitar 8 sampai 10 tahun (Firdausi, 2015).
HIV masuk ke dalam tubuh dan menyerang sel darah putih tertentu yaitu sel T (sel T CD4), makrofag, dan sel dendrit. Virus ini menempel pada permukaan sel CD4 dan menyatu bersama membrane sel CD4 dengan menduplikasi gen manusia melalui pengeluaran genetic HIV dalam bentuk RNA.
Setelah itu, virus melepas dan memasukan DNA nya ke sel inang untuk memproduksi komponen baru HIV dalam bentuk protein, kemudian berpindah ke permukaan sel dan melepaskan enzim, yang mana virus matur akan menularkan kepada sel CD4 lain sehingga sel CD4 akan saling menyerang terus menerus (Handayani, 2020). Hal tersebut menyebabkan tubuh tidak dapat melawan virus HIV dan virus lainnya sehingga penderita akan tampak sakit berat (Wijono, 2022).
Awal terjadinya HIV/AIDS saat mengidentifikasi simpanse yang telah terinfeksi virus imunodefisiensi sebagai sumber infeksi HIV ke manusia di Afrika Selatan. Simian Immunodeficiency Virus (SIV) merupakan virus yang menularkan ke dalam tubuh manusia melalui kontak darah dengan bermutasi menjadi HIV (Katiandagho, 2017). Kejadian tersebut terus menular di negara tersebut dan ke seluruh dunia sampai saat ini.
Adanya peningkatan jumlah kasus HIV di dunia, salah satunya di Indonesia dan merupakan negara pada urutan pertama dalam penularan HIV/AIDS di Asia Tenggara. Berdasarkan proyeksi Asian Epidemic Model (AEM) menyatakan bahwa epidemi HIV di Indonesia selalu meningkat dan penularan terbanyak melalui heterosexual (Sudirman, 2021).
Kasus HIV di Indonesia sampai pada tahun 2019 sebanyak 50.282 kasus dan AIDS sebanyak 7.036 kasus, dimana kasus HIV pada laki-laki lebih banyak (64,50%) dibandingkan perempuan (35,50%). Faktor risiko kasus AIDS terbesar akibat heteroseks (70%) dan homoseks (22%) (Kemenkes RI, 2020). Mengutip dari pernyataan dari Kemenkes pada juni 2022, total pengidap HIV yang tersebar di seluruh provinsi mencapai 519.158 orang (CNN, 2022).
Peningkatan kejadian kasus HIV/AIDS setiap tahunnya diakibatkan adanya faktor resiko yang mempengaruhi perkembangan penyakit yaitu faktor agent merupakan penyebab terjadinya infeksi atau yang menyebabkan AIDS yaitu Human Imunodeficiency Virus (HIV). Faktor host yaitu kelompok usia, tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap pada individu, kebiasaan seks, mengkonsumsi narkoba dengan jarum suntik secara bergantian, seseorang yang transgender atau gay, penggunaan kondom saat berhubungan seksual, keadaan sosial ekonomi, suku atau ras. Faktor sosial budaya membentuk, mengatur dan mempengaruhi perilaku individu di kelompok sosial untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya (Setiarto et al., 2021).
Cara penyebaran virus HIV yaitu melalui cairan tubuh (sperma, cairan vagina atau serviks dan darah) atau yang telah tertular dengan adanya kontak langsung, walaupun belum menunjukan keluhan atau gejala dan melalui hubungan seksual (homoseksual maupun heteroselsual) (Setiarto et al., 2021).
Menurut Kemenkes HIV/AIDS menular melalui empat cara yaitu hubungan seksual tanpa alat pengaman (kondom), menggunakan alat suntik secara bergantian, donor darah dan organ tubuh bagi orang yang terinfeksi HIV/AIDS, dan Ibu hamil yang positif HIV kepada bayinya (Kemenkes, 2018).
Namun kebanyakan orang beranggapan bahwa Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) harus dijauhkan atau diisolasi di ruangan khusus agar tidak menularkan HIV kepada orang lain.