Lihat ke Halaman Asli

Penguatan Karakter Siswa Melalui Filosofi "Aja Dumeh"

Diperbarui: 17 Desember 2024   06:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi Penguatan Karakter Siswa Melalui Filosofi "Aja Dumeh". gurusiana.id

 OLEH: Khoeri Abdul Muid

"Aja dumeh: nggantheng/ayu, kuwat, sugih, kuwasa."
("Jangan sok: keren, kuat, kaya, kuasa.")

Pepatah Jawa ini mengajarkan kerendahan hati dan kesadaran akan keterbatasan diri di tengah berbagai kelebihan yang mungkin dimiliki. Sama seperti satu batang pohon yang bisa dijadikan jutaan batang korek api, kelebihan seseorang bisa menghasilkan banyak manfaat. Namun, kesombongan yang berasal dari kelebihan itu, layaknya satu batang korek api, dapat menghancurkan segala kebaikan yang telah diperbuat.

Dalam filsafat, "aja dumeh" adalah bentuk ajaran moral yang menekankan prinsip kesadaran diri dan keseimbangan. Prinsip ini mengingatkan manusia untuk tidak menggunakan kelebihan yang dimilikinya sebagai alat untuk merendahkan atau merugikan orang lain. Sebaliknya, kelebihan itu adalah amanah yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab.

Pesan moral ini sangat relevan untuk membentuk karakter siswa SD yang berada dalam tahap pembentukan kepribadian. Pada usia ini, siswa perlu diajarkan untuk tidak mengukur nilai dirinya dari kelebihan yang bersifat fisik, materi, atau status sosial, melainkan dari cara mereka bersikap terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya.

I. Perspektif Filsafat: Kerendahan Hati dan Kesadaran Diri

Dalam perspektif filsafat, prinsip aja dumeh erat kaitannya dengan pemikiran Stoisisme. Filosofi ini mengajarkan bahwa kekuatan sejati berasal dari pengendalian diri dan penerimaan akan kenyataan, bukan dari kelebihan atau kekuasaan yang dimiliki. Kesombongan adalah bentuk ketidakseimbangan batin yang bisa menghancurkan hubungan sosial dan makna hidup seseorang.

Di sisi lain, ajaran ini juga sejalan dengan prinsip etika kebajikan Aristotelian, yang menekankan pentingnya humilitas (kerendahan hati) sebagai salah satu kebajikan utama dalam mencapai eudaimonia atau kebahagiaan sejati. Aristoteles mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak datang dari hal-hal eksternal seperti kekayaan atau kekuasaan, tetapi dari pengembangan karakter yang mulia.

II. Teori Pendidikan yang Relevan

  1. Teori Pengembangan Moral Lawrence Kohlberg
    Pada tahap ini, anak-anak biasanya berada di tingkat konvensional, di mana mereka cenderung mengadopsi nilai-nilai dari lingkungan mereka. Ajakan untuk "aja dumeh" dapat dimasukkan dalam diskusi moral untuk membantu siswa memahami pentingnya tindakan yang mempertimbangkan kepentingan orang lain, bukan hanya kelebihan diri.
  2. Teori Belajar Sosial Albert Bandura
    Anak-anak belajar melalui observasi dan imitasi. Dengan memberikan teladan tentang kerendahan hati dari guru dan lingkungan sekolah, siswa akan meniru dan menjadikan nilai tersebut bagian dari perilaku mereka.
  3. Teori Humanistik Abraham Maslow
    Maslow menempatkan aktualisasi diri sebagai puncak dari kebutuhan manusia. Namun, aktualisasi diri sejati hanya tercapai ketika seseorang mampu mengenali bahwa kebahagiaan datang dari berbagi manfaat, bukan dari menunjukkan kelebihan diri.

III. Data dan Implikasi dalam Penguatan Karakter Siswa

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline