Lihat ke Halaman Asli

Dialog tentang Pilkada Kembali ke DPR, Perspektif Ponco dan Silo

Diperbarui: 15 Desember 2024   03:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi Dialog tentang Pilkada Kembali ke DPRD: Perspektif Ponco dan Silo. detiknews.com

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Ponco: "Mas Silo, saya dengar Pilkada rencananya mau dikembalikan ke DPRD. Itu kok rasanya seperti langkah mundur buat demokrasi kita? Bukannya demokrasi langsung lebih melibatkan rakyat?"

Silo: "Ponco, pandangan itu wajar. Tapi mari kita telaah lebih dalam. Sebenarnya, wacana ini muncul karena ada beberapa persoalan serius dalam Pilkada langsung. Salah satu masalah utamanya adalah biaya demokrasi yang terlalu tinggi, atau high-cost democracy. Misalnya, anggaran Pilkada pada tahun 2024 mencapai Rp 41 triliun, hampir 11,7% dari APBN. Itu anggaran besar yang sebenarnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain, seperti pembangunan infrastruktur di daerah."

Ponco: "Tapi bukannya demokrasi langsung lebih demokratis? Rakyat kan jadi punya suara langsung untuk memilih pemimpinnya."

Silo: "Benar, Pilkada langsung memberikan kesempatan rakyat untuk terlibat. Tapi ada tantangan lain. Berdasarkan data BPS, sekitar 37,62% penduduk Indonesia hanya tamat SD atau SMP. Artinya, tingkat pendidikan pemilih masih rendah. Dalam kondisi seperti ini, kualitas keputusan politik masyarakat cenderung terpengaruh oleh politik uang atau kampanye yang hanya menonjolkan popularitas, bukan kualitas."

Ponco: "Jadi menurut Mas Silo, rakyat kita belum siap untuk demokrasi langsung?"

Silo: "Bukan soal siap atau tidak, tapi apakah mekanismenya menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Demokrasi langsung memang ideal di negara dengan tingkat pendidikan dan literasi politik tinggi. Tapi di negara kita, sering terjadi inflasi demokrasi. Prosesnya terlalu prosedural, mahal, dan terkadang menghasilkan pemimpin yang kurang kompeten. Selain itu, sering ada konflik horizontal pasca-Pilkada karena hasilnya tidak diterima."

Ponco: "Kalau Pilkada dikembalikan ke DPRD, bukannya justru membuka peluang lebih besar untuk korupsi? Misalnya, serangan fajar akan pindah ke anggota DPRD."

Silo: "Itu kekhawatiran yang valid. Namun, argumen pendukung sistem ini adalah korupsi akan lebih mudah diawasi jika difokuskan di DPRD. Syaratnya, pengawasan harus diperkuat, misalnya melalui KPK dan Bawaslu. Selain itu, demokrasi perwakilan ini sebenarnya bukan hal baru. Para pendiri bangsa, seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir, merancang UUD 1945 dengan semangat demokrasi perwakilan karena menganggapnya lebih cocok untuk Indonesia yang beragam dan memiliki tantangan besar dalam pemerataan pendidikan."

Ponco: "Jadi, Mas Silo setuju dengan ide ini?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline