Lihat ke Halaman Asli

Warisan Harta Rohani

Diperbarui: 10 Desember 2024   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi Warisan Harta Rohani. dokpri

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Di sebuah desa kecil bernama Harn, hiduplah seorang pria bijak bernama Ibrahim. Ia dikenal sebagai pribadi yang sederhana dan penuh semangat dalam menjalani kehidupan. Bagi Ibrahim, harta rohani adalah segalanya---bukan hanya berupa materi, tetapi juga keyakinan, kepedulian, dan semangat berbagi yang diwarisi dari leluhur kepada generasi berikutnya.

Namun, perjalanan hidup Ibrahim dalam memahami arti harta rohani tidaklah mudah.

Ibrahim dibesarkan di lingkungan yang sederhana namun sarat dengan tradisi dan kepercayaan leluhur. Sejak kecil, ia sering bertanya kepada ayahnya tentang berbagai hal yang ia dengar dari cerita para tetua. Namun, jawaban yang ia terima selalu ambigu dan membingungkan.

Ketika Ibrahim beranjak dewasa, ia menikah dengan Sharah, seorang perempuan berdarah Smith yang memiliki semangat keagamaan yang sama seperti dirinya. Perjalanan pernikahan mereka dipenuhi dengan doa dan usaha untuk membangun kehidupan yang bermakna. Namun, kehidupan mereka diuji ketika Ibrahim merasa dirinya dipanggil untuk menjalankan tugas dakwah, menyebarkan seruan tauhid kepada kerabat dan masyarakat di sekitar mereka.

"Sharah, ini adalah tugas yang harus kita jalani. Allah memberi kita kesempatan untuk menunjukkan jalan kebenaran," kata Ibrahim suatu malam saat mereka duduk di teras rumah kecil mereka.

Sharah memandang suaminya dengan lembut, "Kita harus siap menghadapi semua ini, Ibrahim. Tapi ingat, kita harus berdakwah dengan hati, bukan paksaan."

Setelah percakapan itu, Ibrahim memulai perjalanannya. Ia mendatangi ayahnya, kerabat terdekatnya seperti Nahor dan beberapa anggota keluarganya, dengan niat tulus untuk berbagi pesan kebenaran yang ia yakini sebagai wahyu dari Allah.

Namun, apa yang ia temui sungguh mengejutkan. Penolakan dan kebingungan memadangnya bagai gelombang yang tak berujung.

"Ayah, dengarkan aku! Ini bukan tentang kepentingan, ini tentang ketulusan hati kita untuk kembali kepada Allah," ujar Ibrahim dengan penuh harapan di hadapan ayahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline