Lihat ke Halaman Asli

Keladi dan Bahagia yang Tertukar

Diperbarui: 11 Desember 2024   16:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi Keladi dan Bahagia yang Tertukar. dokpri

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Aku berdiri di ruang tamu, memandangi rak penuh keladi yang tersusun rapi. Daun-daunnya berwarna-warni seperti pelangi. Tapi hari ini, semua itu terasa hampa.

"Mom, keladi lagi?" suara Ray, anakku, mengagetkan.

Aku menoleh dan mendapati dia berdiri dengan tangan bersilang. Tatapannya tajam, seperti tak lagi sabar melihat hobi mahalku ini.

"Jangan marah ya, Ray," kataku pelan, mencoba tersenyum. "Mom suka keladi. Ini bikin Mom bahagia."

Dia mendekat, matanya menembus hingga ke hatiku. "Mom tahu nggak, aku udah lama nggak nanya apa-apa soal keladi-keladi ini? Karena aku pikir, duitnya Mom sendiri kan, asal Mom bahagia."

Kata-katanya menusuk. Aku tahu dia tak bermaksud menyakiti, tapi tetap saja aku merasa seperti diterjang ombak besar.

Kilas balik menghantamku seperti badai. 2020, pandemi awal.

Semua terasa kacau. Pekerjaan suamiku, Evan, mandek. Penghasilan kami nyaris habis untuk kebutuhan dasar. Tapi aku? Aku terus membeli keladi, seakan daun-daunnya bisa menjadi obat pelipur lara.

"Beli lagi?" suara Evan malam itu datar, bahkan terlalu datar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline