Lihat ke Halaman Asli

Takdir di Balik Roda Kehidupan

Diperbarui: 8 Desember 2024   17:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. umsu.ac.id

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Aisyah menatap langit malam yang gelap. Bintang-bintang terasa jauh, seolah-olah menertawakan dirinya yang terpuruk. Dua tahun sudah berlalu sejak kegagalan besar menghantam hidupnya---tidak lulus ujian akhir untuk menjadi dokter, meski itu adalah cita-citanya sejak kecil.

"Kenapa, ya Allah? Aku sudah berusaha sekuat tenaga, tapi mengapa Kau tetap tak mengizinkan?" gumamnya dengan suara bergetar. Air matanya jatuh, membasahi pipi.

Hidupnya kini terasa kosong. Setiap pagi, ia bangun tanpa tujuan, menghabiskan waktu hanya untuk menyesali nasib. Orang tuanya berusaha menghibur, tetapi Aisyah menutup diri. "Takdir ini terlalu berat untukku," pikirnya.

Suatu hari, saat sedang duduk termenung di taman, Aisyah bertemu seorang pria tua yang duduk di bangku sebelah. Pria itu memperkenalkan diri sebagai Dokter Fadhlan, seorang dokter senior yang dikenal dengan kebijaksanaannya. Entah kenapa, Aisyah merasa nyaman menceritakan segala keluh kesahnya kepada pria itu.

"Aisyah, kau tahu apa itu takdir?" tanya Dokter Fadhlan dengan senyum lembut. "Takdir adalah ketetapan Allah yang tak bisa kita ubah. Tapi, kau juga punya ikhtiar, usaha yang bisa membuat perjalanan hidupmu berbeda."

"Tapi usaha saya gagal, Dok," jawab Aisyah lirih. "Bukankah itu berarti takdir saya memang buruk?"

"Tidak ada takdir buruk dari Allah," kata Dokter Fadhlan tegas. "Allah tahu apa yang terbaik untuk kita. Mungkin kau hanya belum menemukan arah yang tepat untuk ikhtiarmu."

Malam itu, Aisyah tak bisa tidur. Kata-kata Dokter Fadhlan terus terngiang di telinganya. Dengan hati yang masih berat, ia memutuskan untuk mencoba bangkit. Ia mengajukan lamaran sebagai asisten pengajar di sebuah klinik kesehatan. Meski awalnya ia merasa tugas itu tak sebanding dengan impian menjadi dokter, ia tetap menjalankan pekerjaannya dengan sepenuh hati.

Hari-hari berlalu, dan keajaiban kecil mulai terjadi. Aisyah bertemu dengan banyak pasien yang membutuhkan bantuan sederhana, tetapi kehadirannya memberi mereka harapan. Ia mulai menyadari bahwa hidupnya tetap bermakna, meski ia tidak menjadi dokter seperti yang dulu ia bayangkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline