OLEH: Khoeri Abdul Muid
Pernahkah kamu merasa ilmu yang kamu pelajari sulit dimengerti atau tidak bermanfaat? Mengapa itu terjadi?
Pagi itu, Naufal duduk termenung di bangku kelas yang sepi, menatap kertas ujiannya dengan tatapan kosong. Nilainya merah lagi. Ini kali ketiga ia gagal dalam ujian matematika.
"Kenapa aku bodoh sekali?" gumamnya frustrasi.
Sore harinya, Pak Syarif memanggilnya ke ruang guru. "Naufal, saya tahu kamu punya potensi besar. Tapi, kenapa kamu seperti tidak sungguh-sungguh dalam belajar?"
Naufal tidak bisa menjawab. Dalam hatinya, ia tahu bahwa belakangan ini ia belajar asal-asalan, sering mengeluh tentang pelajaran, dan bahkan mengolok-olok Pak Syarif di belakang.
Sebelum Naufal pergi, Pak Syarif menambahkan dengan nada tegas, "Ilmu tidak akan mendatangi orang yang meremehkannya, Naufal. Pikirkan itu."
Malam itu, saat mengacak-acak rak buku di rumah kakeknya, Naufal menemukan sebuah buku tua bersampul cokelat bertuliskan Ta'lim al-Muta'allim. Penasaran, ia membuka halaman pertamanya.
"Ilmu hanya bermanfaat bila disertai adab," demikian kalimat pembuka di bab pertama.
Naufal membaca lebih lanjut: tentang pentingnya menghormati guru, menjaga niat belajar, dan bersikap rendah hati. Ia merasa seperti disadarkan dari tidur panjang.