Lihat ke Halaman Asli

Cerpen: Perdebatan dan Konsensus Pancasila

Diperbarui: 2 Desember 2024   13:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

freepik.com

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Nasib mereka bagai langit dan bumi. Ponco, lulusan SMA, bekerja sebagai Satpol PP. Silo, berbekal gelar doktor dari IKIP Yogyakarta, menjabat asisten bupati. Namun, perbedaan itu tak memutus persahabatan mereka. Hampir setiap sore mereka kongko, mendiskusikan apa saja, sambil menyeruput kopi tanpa rokok.

Hari ini, topik diskusi mereka adalah Pancasila, terinspirasi dari buku Negara Paripurna karya Yudi Latif yang baru saja dibaca Silo.

Ponco: "Kak Silo, aku dengar katanya waktu membahas Pancasila di sidang BPUPKI dan PPKI itu banyak banget perdebatan. Memangnya apa yang diperdebatkan?"

Silo: "Betul, Ponco. Salah satu perdebatan terbesarnya soal sila pertama. Awalnya, dalam Piagam Jakarta, ada frasa 'kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.' Tapi itu diubah menjadi 'Ketuhanan Yang Maha Esa' untuk menjaga persatuan."

Ponco: "Hmm... Bukannya itu malah mengorbankan prinsip kelompok tertentu? Apakah itu adil?"

Silo terdiam sejenak. Ia tahu pertanyaan itu bukan hanya refleksi masa lalu, tapi juga menyentuh realitas sekarang.

Silo: "Memang sulit, Ponco. Tapi persatuan bangsa yang sangat beragam seperti Indonesia itu lebih penting. Kadang kita perlu kompromi demi kebaikan bersama."

Ponco: "Tapi, Kak, apa itu benar-benar kompromi? Atau sekadar mengalah?"

Silo tersenyum tipis, merasa terpojok oleh logika sederhana Ponco.

Silo: "Ponco, kamu tahu sendiri, tanpa persatuan, perjuangan kemerdekaan bisa gagal. Para pendiri bangsa sadar bahwa kebijakan itu akan lebih diterima oleh semua pihak."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline