Lihat ke Halaman Asli

Cerita Jaka Linglung dan Prabu Aji Saka

Diperbarui: 29 November 2024   04:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Dahulu kala, di Kerajaan Medang Kamulan, hiduplah seorang raja bernama Prabu Aji Saka yang arif, tetapi pernah membuat kesalahan besar di masa lalu. Dalam perjalanan hidupnya, ia pernah bertemu dengan seekor naga yang tengah bertapa untuk mencari kedamaian. Tanpa sengaja, naga itu terluka akibat perintah raja yang gegabah, sehingga naga menyimpan dendam yang mendalam.

Beberapa tahun kemudian, lahirlah seorang anak dari Prabu Aji Saka yang diberi nama Jaka Linglung. Anak itu memiliki tubuh manusia, tetapi dalam keadaan tertentu, wujudnya berubah menjadi seekor naga besar. Kejadian ini membuat Prabu Aji Saka sadar bahwa itu adalah hukuman dari kesalahannya di masa lalu.

Ketika Jaka Linglung beranjak dewasa, ia mengetahui kebenaran tentang asal-usulnya. Ia merasa malu dan tertekan karena wujud naganya dianggap kutukan oleh banyak orang. Namun, Jaka Linglung tidak menyerah. Ia mendekati ayahnya dan meminta sebuah tugas berat agar ia bisa membuktikan dirinya layak diterima di dunia manusia.

Prabu Aji Saka mengingat dendam naga yang pernah ia sakiti. Ia memberikan tugas kepada Jaka Linglung untuk menemui naga itu di hutan angker. "Bawa kepala naga itu ke hadapanku," perintah Prabu Aji Saka. Ia tahu tugas ini berbahaya, tetapi di dalam hatinya, ia berharap Jaka Linglung dapat menyelesaikan konflik dengan cara yang bijaksana.

Jaka Linglung melakukan perjalanan panjang dan akhirnya bertemu dengan naga tersebut. Dalam pertemuan itu, naga segera mengenali darah Aji Saka yang mengalir dalam diri Jaka Linglung. Namun, bukannya bertarung, Jaka Linglung mendengarkan cerita naga dengan penuh perhatian. Ia memahami bahwa dendam naga muncul dari rasa sakit dan penghianatan.

"Ayahku salah," kata Jaka Linglung dengan suara penuh penyesalan. "Namun, dendam tidak akan membawa kedamaian. Jika engkau ingin menuntut balas, maka hukumlah aku sebagai wakilnya."

Naga itu terdiam. Ia melihat ketulusan Jaka Linglung dan memilih untuk melepaskan dendamnya. Sebagai gantinya, naga memberikan petunjuk tentang kehidupan yang harmonis antara manusia dan alam.

Ketika Jaka Linglung kembali ke istana tanpa membawa kepala naga, Prabu Aji Saka awalnya marah. Namun, Jaka Linglung menjelaskan bahwa konflik telah berakhir tanpa pertumpahan darah. Raja tersentuh oleh kebijaksanaan anaknya dan akhirnya mengakui kesalahan masa lalunya. Ia memutuskan untuk menebus kesalahan itu dengan menjalankan pemerintahan yang lebih adil dan melindungi alam.

Di akhir cerita, Jaka Linglung diterima sepenuhnya oleh masyarakat sebagai manusia yang berani dan bijaksana. Ia menjadi simbol pengampunan dan keberanian untuk mengakui kesalahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline