Lihat ke Halaman Asli

Bayang-Bayang di Balik Mahkota

Diperbarui: 28 November 2024   15:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi "Bayang-Bayang di Balik Mahkota".dokpri

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Desa Kalinggajaya dikenal sebagai desa yang penuh harmoni. Namun, pagi itu harmoni retak. Dua keluarga besar---Wiranata dan Jayaputra---berdiri berhadapan di lapangan desa. Masing-masing membawa puluhan pendukung bersenjata.

Di atas panggung bambu, Pak Wijaya, kepala desa, berusaha menenangkan situasi. "Saudara-saudaraku! Jangan biarkan kita hancur karena dendam ini! Ingatlah, rukun agawe santosa, crah agawe bubrah!"

Tapi teriakan Pak Wijaya tenggelam oleh amarah yang menyala-nyala.

"Aku tidak akan menyerahkan tanah leluhurku kepada kalian!" teriak Darto Wiranata, menggenggam golok.

"Tanah itu bukan milik keluargamu!" balas Giri Jayaputra dengan tatapan tajam. "Itu tanah desa, dan kami akan membangun pasar untuk kemajuan semua!"

Sejarah permusuhan kedua keluarga ini kembali menguar. Dahulu, ayah Darto dan Giri berselisih karena sebuah ladang yang dianggap keramat. Konflik itu merembet hingga generasi sekarang, diperparah dengan kebijakan desa yang dianggap tidak adil.

Sementara suasana semakin memanas, Lodra, anak bungsu keluarga Wiranata, maju ke tengah lapangan.

"Cukup!" teriaknya lantang.

"Lodra, mundur! Jangan ikut campur urusan ini!" bentak Darto, ayahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline