Lihat ke Halaman Asli

Emosi

Diperbarui: 28 November 2024   14:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi jangan emosian. dokpri

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Aja Cugetan Aten

Di sebuah desa kecil yang damai, hiduplah seorang pemuda bernama Arga. Ia dikenal sebagai orang yang ambisius, tak kenal lelah, dan memiliki mimpi besar. Di matanya, hidup ini adalah tentang meraih sesuatu yang besar---harta, kekuasaan, dan pengakuan. 

Meskipun ia sudah memiliki semuanya, ada satu hal yang ia tidak bisa dapatkan: kedamaian hati. Setiap malam, meski tertidur dalam rumah mewah, ada rasa kosong yang menggerogoti hatinya, seakan segala pencapaian itu tidak pernah cukup.

Suatu sore, Arga berkeliling desa, berpikir untuk menambah koleksi prestasinya. Ia tiba di bawah pohon besar di ujung desa, tempat Bu Lestari, seorang wanita tua yang sering terlihat bijaksana, duduk santai. Bu Lestari tidak kaya, namun ia dikenal oleh banyak orang karena kata-kata bijaknya yang mengena. Arga merasa, dengan segala pencapaiannya, tidak ada yang bisa ia pelajari dari wanita tua itu. Ia mendekat dengan sikap sombong.

"Bu Lestari," katanya, menyeringai. "Apa yang orang-orang cari padamu? Apa yang bisa kamu ajarkan kepada orang seperti saya yang sudah punya segalanya? Rumah mewah, pekerjaan besar. Apa yang bisa seorang wanita tua seperti Anda berikan?"

Bu Lestari mengangkat pandangannya pelan, senyum lembut terlukis di bibirnya. "Anakku, terkadang kita merasa sudah memiliki segalanya, padahal kita kehilangan hal yang paling berharga: kedamaian dalam hati. Apa yang kamu cari, Arga? Kebahagiaan sejati tidak datang dari dunia luar."

Arga terkekeh. "Kebahagiaan? Itu bisa dibeli dengan uang. Semua orang tahu itu."

"Begitu banyak yang kau kejar, anakku. Tapi pernahkah kau bertanya pada diri sendiri, apakah yang kau kejar itu membawa kebahagiaan yang sejati?" Bu Lestari berkata dengan tenang. "Kadang, kita hanya perlu mengubah cara kita melihat dunia."

Arga merasa tidak puas. Ia melangkah pergi, tidak ingin mendengarkan lebih banyak nasihat yang menurutnya hanya omong kosong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline