Lihat ke Halaman Asli

Seperti Anai-anai

Diperbarui: 27 November 2024   18:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi "Seperti Anai-anai". dokpri

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Di tengah kota besar yang serba cepat, ada seorang pemuda bernama Damar. Usianya baru dua puluh lima, namun ia merasa sudah harus mencapai sesuatu yang luar biasa. Setiap hari, ia terjaga hingga larut malam, merencanakan masa depan cemerlang---sebuah kesuksesan yang bisa dilihat dan dirasakan secepat mungkin. Hidup ini, menurut Damar, adalah soal kecepatan dan ukuran. Jika tidak segera mencapai puncak, maka ia merasa dirinya tertinggal.

"Kenapa harus mulai dari hal kecil?" keluh Damar pada dirinya sendiri, sambil menatap layar komputer yang penuh dengan berbagai proyek ambisius. "Saya ingin hasil cepat, tidak ada waktu untuk hal-hal kecil."

Namun, jauh dari keramaian kota, ada seorang lelaki tua yang bijaksana, Pak Karto. Di usianya yang lebih dari tujuh puluh tahun, Pak Karto tidak pernah merasa terburu-buru. Ia dikenal sebagai petani sederhana yang menjalani hidupnya dengan penuh ketulusan, tanpa ingin hidupnya tampak besar di mata dunia. Setiap kata yang diucapkannya seolah memiliki kedalaman, dan setiap tindakannya memperlihatkan ketenangan yang memancar.

Suatu sore, Damar, yang sedang terburu-buru menuju kantor, melihat Pak Karto duduk di pinggir jalan, menikmati hangatnya matahari sore. Damar, yang sedang tertekan oleh berbagai masalah, merasa perlu mencari seseorang yang bisa memberinya jawaban cepat. Tanpa banyak berpikir, ia mendekati Pak Karto.

"Pak Karto, saya ingin hidup sukses. Saya ingin sesuatu yang besar, yang cepat. Semua orang bilang saya harus segera mencapai tujuan saya, tapi kenapa hidup terasa lambat? Apa yang harus saya lakukan?" tanya Damar dengan penuh kecemasan.

Pak Karto hanya tersenyum sambil memandang jauh, lalu berkata pelan, "Damar, lihat sekelilingmu. Apa yang paling kecil di sini?"

Damar bingung sejenak, lalu menjawab, "Rayap, Pak."

"Betul," kata Pak Karto, suara tenang dan dalam. "Lihatlah mereka. Seperti rayap yang membangun rumahnya sedikit demi sedikit, mereka tidak pernah terburu-buru. Mereka tidak mengucapkan 'Bim Salabim' dan tiba-tiba rumah megah muncul begitu saja. Mereka bekerja perlahan, membawa potongan-potongan kayu yang sangat kecil. Tapi lihatlah rumah mereka. Walaupun tidak sebesar rumah-rumah lain, rumah mereka kokoh dan penuh dengan kehidupan."

Damar termenung. Ia merasa ada sesuatu yang tertinggal dalam dirinya. Namun, tidak lama kemudian, ia merasa bahwa cara ini terlalu lambat. "Tapi Pak, saya tidak punya waktu untuk itu. Saya ingin hasil yang cepat!" ujar Damar dengan rasa putus asa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline