OLEH: Khoeri Abdul Muid
Pernahkah Anda merasa betapa berartinya kehadiran seseorang dalam hidup Anda? Seseorang yang selalu mendukung, setia, dan mencintai tanpa syarat, bahkan ketika dunia seakan menguji kekuatan Anda?
Beruntunglah bagi pria yang memiliki pasangan seperti itu---wanita yang tak hanya hadir di saat-saat bahagia, tetapi juga di tengah perjuangan dan kesulitan. Ini adalah kisah tentang seorang wanita bernama Larasati, yang cinta dan kesetiaannya diuji oleh hidup yang penuh tantangan.
Larasati adalah seorang perempuan biasa, dengan wajah yang tak istimewa dan tubuh yang sederhana. Namun, di balik semua itu, hatinya memancarkan kekuatan yang luar biasa. Sejak menikah dengan Bagas, seorang pria yang penuh ambisi, Larasati sudah tahu betul bahwa hidup mereka tidak akan selalu mudah. Bagas adalah seorang pria pekerja keras yang selalu berusaha keras membangun masa depan yang lebih baik. Namun, perjuangannya tidak pernah mulus. Banyak kegagalan dan rintangan yang datang menghampiri, namun Larasati tetap di sisi Bagas, mendampinginya tanpa pernah mengeluh.
Suatu hari, Bagas mengalami kegagalan besar dalam usahanya. Semua yang dia bangun hancur begitu saja, dan utang menumpuk di hadapannya. Dia merasa dunia telah berbalik melawannya.
"Laras, aku nggak tahu lagi harus bagaimana. Usaha ini sudah gagal total. Semua yang aku bangun hancur begitu saja. Semua impian kita..." kata Bagas dengan suara yang patah.
Larasati menatapnya dengan tatapan penuh kasih sayang. "Mas, hidup ini seperti jalan yang penuh liku. Kadang naik, kadang turun. Tapi bukan berarti kita harus berhenti. Kita tetap harus berjalan, entah pelan atau cepat, kita harus tetap bersama."
Bagas menggelengkan kepala, suaranya terdengar penuh penyesalan. "Tapi kita nggak punya apa-apa lagi. Semua yang aku usahakan selama ini, semuanya hancur. Apa yang harus aku katakan pada orang-orang? Pada kamu? Aku gagal, Laras."
Larasati menyentuh lembut bahunya. "Mas, kita punya satu hal yang tidak bisa dihancurkan oleh apapun. Cinta kita. Itu yang paling penting. Tidak ada yang bisa merampasnya, bahkan kegagalan sekalipun."
"Cinta? Itu tidak cukup untuk membeli makanan atau bayar utang," Bagas berkata, suaranya semakin rendah. "Aku tak bisa memberikanmu yang terbaik, Laras."
Larasati tertawa pelan. "Mas, coba lihat kita, sudah lebih dari cukup. Kita punya satu sama lain, itu sudah lebih dari cukup untuk membuat aku bahagia. Kenapa kita harus takut gagal, kalau kita bisa saling menguatkan? Bukankah itu yang sebenarnya penting?"