Lihat ke Halaman Asli

Energi yang Kembali

Diperbarui: 23 November 2024   23:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Di sebuah desa yang damai, tinggal seorang pemuda bernama Rafi. Rafi dikenal sebagai orang yang selalu sibuk, namun sepertinya tak pernah merasa cukup puas dengan kehidupannya. Ia bekerja keras setiap hari, namun hatinya selalu gelisah. Rafi memiliki banyak impian, namun tak tahu bagaimana mencapainya.

Pada suatu sore yang cerah, Rafi bertemu dengan seorang nenek tua yang sedang duduk di pinggir jalan, memandang langit sambil tersenyum. Nenek itu tidak memiliki apa-apa selain sebuah kantong kecil berisi buah-buahan yang tampak layu dan beberapa daun yang kering. Meskipun begitu, nenek itu tampak damai, jauh berbeda dengan Rafi yang selalu merasa kekurangan.

"Anak muda, mengapa wajahmu tampak gelisah?" tanya nenek itu, seolah bisa membaca perasaan Rafi.

Rafi terkejut. "Oh, nenek... saya sedang merasa kosong. Seperti bekerja keras setiap hari tapi tetap saja tidak puas. Semua terasa sia-sia."

Nenek itu mengangguk pelan. "Begitu, ya? Kamu tahu, anak muda, dalam hidup ini ada satu hukum yang tidak pernah salah. Hukum kekekalan energi. Segala energi yang kamu keluarkan---baik positif atau negatif---akan kembali padamu, entah dalam bentuk apa. Kamu berbuat baik kepada orang lain, itu berarti kamu juga sedang berbuat baik pada dirimu sendiri."

Rafi menatap nenek itu dengan bingung. "Apa maksud nenek?"

Nenek itu tersenyum lembut. "Lihatlah diriku. Aku tidak punya banyak harta. Tapi aku merasa cukup, karena aku selalu memberikan apa yang aku bisa---meskipun itu hanya sedikit buah-buahan ini. Aku memberi dengan hati yang tulus, dan itu membuat hatiku penuh dengan kedamaian. Apakah kamu merasa kedamaian itu dalam hidupmu?"

Rafi terdiam, mendengar kata-kata nenek itu. Sesuatu dalam dirinya tergerak. Ia merasa ada yang kurang, ada yang belum ia lakukan untuk dirinya sendiri. Ia sering berbuat baik kepada orang lain, tetapi sering kali perbuatannya itu terasa kosong, tanpa rasa tulus. Apa yang sebenarnya ia cari dalam hidup?

Malam itu, Rafi tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi oleh perkataan nenek. Ia memutuskan untuk mengubah cara pandangnya tentang kehidupan. Keesokan harinya, Rafi mulai melakukan hal-hal kecil dengan lebih tulus: menolong tetangganya yang kesulitan, berbagi makanan dengan orang yang kurang mampu, bahkan membersihkan jalanan desa tanpa diminta.

Seiring berjalannya waktu, Rafi merasa ada perubahan besar dalam hidupnya. Energi positif yang ia berikan kepada orang lain mulai kembali padanya. Orang-orang di sekitarnya pun merasa terinspirasi oleh perbuatannya, dan satu per satu, mereka pun mulai menunjukkan kebaikan. Rafi tidak lagi merasa kekosongan dalam hatinya, karena ia menyadari bahwa setiap perbuatan baik yang ia lakukan, meskipun kecil, membawa kedamaian dalam dirinya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline