OLEH: Khoeri Abdul Muid
Ini adalah ketentuan lomba menulis cerkak/cerpen berbahasa Jawa dalam FTBI SD Tingkat Provinsi Jateng 2024. Tema cerkak dan stimulasi visual (berupa gambar tunggal yang berkaitan dengan tema) diberikan pada saat lomba berlangsung.
Menurut cerita Jamal, salah satu anak didik saya yang mengikuti lomba, stimulasi visual yang diberikan berupa gambar seorang anak yang sedang menjenguk temannya yang sakit. Namun, anak bimbingan saya ini justru menerjemahkan stimulasi visual tersebut dengan judul Pentinge Nali Sepatu (Pentingnya Menali Sepatu).
Pada awalnya, judul ini terdengar lucu dan tampak tidak nyambung. Tetapi, setelah saya bertanya lebih lanjut kepada penulisnya, saya justru berbalik kagum. Hebat! Itu adalah sebuah penerjemahan gambar yang unik, tepat, dan melalui proses berpikir tingkat tinggi (HOTS).
Mengapa? Karena judul tersebut sudah menunjukkan akar masalah (konflik), sekaligus solusi konflik dan amanat. Bagaimana ceritanya? Ternyata, Agus dan Angga ---katakanlah begitu, tokoh antagonis dan protagonis yang dbuat Jamal, memiliki hubungan sehari-hari seperti tikus dan kucing---setiap bertemu, selalu saja ada bahan untuk saling mengolok. Termasuk saat Angga mengingatkan Agus untuk menali sepatunya dengan benar dan aman, tetapi Agus justru mengejek Angga sebagai anak culun, kampungan, dan tidak gaul. Agus sudah diingatkan oleh Angga agar "tidak seperti rempeyek diremet-remet," namun dia malah semakin mengolok-olok Angga.
Suatu hari, setelah sholat berjamaah dhuhur di masjid, Agus terjatuh karena tali sepatunya tersangkut pedal sepedanya, yang menyebabkan kakinya terkilir dan harus dirawat di rumah sakit. Ketika Angga datang menjenguknya, Agus akhirnya menyadari betapa pentingnya nasihat Angga tentang cara menali sepatu dengan benar dan aman. Mulai saat itu, hubungan Agus dan Angga berubah; tidak lagi seperti kucing dan tikus, melainkan hidup rukun dan damai. Itulah cerkak Pentinge Nali Sepatu.
Jika ditulis ulang secara singkat dalam bentuk cerita, kira-kira begini:
Pentinge Nali Sepatu
Agus dan Angga adalah teman sekelas, tetapi hubungan mereka seperti tikus dan kucing. Setiap bertemu, selalu ada hal yang menjadi bahan cekcokan. Angga adalah anak yang tertib, senang bersih, dan disiplin, sementara Agus cenderung sembrono dan tidak mau mendengarkan nasihat orang lain. Saat Angga mengingatkan sesuatu, Agus malah salah tangkap dan balik mengolok-olok.