OLEH: Khoeri Abdul Muid
Apakah benar bahwa dunia semakin mendekati krisis keuangan besar-besaran? Bagaimana nasib Indonesia di tengah arus utang yang semakin tinggi?
Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi semakin relevan seiring dengan meningkatnya jumlah negara yang terancam bangkrut akibat beban utang yang tak terkendali.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, saat ini ada lebih dari 60 negara di dunia yang berada dalam situasi ekonomi yang sulit atau berpotensi bangkrut. Dari jumlah tersebut, sekitar 40 negara di antaranya berisiko menjadi negara gagal. Krisis ini diperburuk oleh berbagai faktor global seperti pandemi COVID-19 dan perang antara Rusia dan Ukraina yang telah mengganggu rantai pasokan global, memicu kenaikan harga pangan dan energi, dan menambah tekanan ekonomi di banyak negara.
Krisis utang global ini tidak hanya menimpa negara-negara berpenghasilan rendah, tetapi juga negara-negara yang selama ini dianggap stabil. Berdasarkan laporan IMF terbaru, negara-negara seperti Chad, Ethiopia, Zambia, dan Somalia telah meminta restrukturisasi utang, sementara banyak negara lain berada di ambang batas kritis. Sebagian besar dari mereka telah menerima tangguhan pembayaran utang melalui inisiatif Debt Service Suspension Initiative (DSSI) atau memerlukan bantuan langsung dari IMF.
Posisi Utang Indonesia: Masih Aman?
Di tengah krisis global ini, Indonesia berada pada posisi yang relatif aman. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa meskipun beban utang Indonesia mencapai Rp7.040,32 triliun pada April 2022 (setara dengan 39,9% dari PDB), posisinya masih lebih baik dibandingkan banyak negara lain. Bahkan, pada beberapa bulan terakhir, rasio utang Indonesia telah turun menjadi 38% dari PDB berkat lonjakan penerimaan negara akibat kenaikan harga komoditas global. Dibandingkan dengan negara-negara lain yang rasio utangnya sudah melampaui 60%, 80%, hingga 100% dari PDB, Indonesia masih dalam batas yang dianggap "aman" menurut standar internasional.
Namun, apakah posisi "aman" ini benar-benar mencerminkan stabilitas yang sejati, ataukah ini hanya kemakmuran semu yang sewaktu-waktu dapat berubah menjadi krisis? Dalam dunia yang semakin kompleks, utang bukan hanya masalah angka; itu adalah refleksi dari kebijakan ekonomi dan manajemen risiko suatu negara. Proteksionisme yang berkembang di banyak negara menambah tantangan, karena negara-negara mulai memusatkan perhatian pada kepentingan domestik mereka sendiri dan mempersulit akses kepada bantuan luar.
Pelajaran dari Negara Lain
Belajar dari pengalaman negara-negara seperti Jepang, yang memiliki rasio utang terhadap PDB yang sangat tinggi (lebih dari 230%), dan negara-negara Eropa seperti Yunani dan Italia, yang telah mengalami krisis utang, Indonesia harus berhati-hati. Kenaikan suku bunga global yang didorong oleh bank sentral di negara-negara maju dapat menyebabkan tekanan besar bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang bergantung pada pembiayaan eksternal.