Lihat ke Halaman Asli

Sirna (Mata Silet Babad Tanah Jawi): Sejarah Desa Kuryokalangan

Diperbarui: 13 Agustus 2017   04:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Masjid Desa Kuryokalangan, Sumber: dokumen khoeri am)

Cetak biru si jabang bayi Tiguna searti filosofis nama ibunya, Nyi Trimah, dan bapaknya, Ki Guna Reksaka juga nama aslinya sendiri yang Triguna. Trimah berarti nrima, Guna Reksaka, bermanfaat dan menjaga, serta Triguna memiliki makna banyak manfaat. Dan, benar Tiguna dewasa memang berwatak nrima dan bermanfaat dalam multi-peran.

Terlahir di Pajang. Mula-mula berguru ke Sunan Kalijaga. Tapi ketika Ki Penjawi mengalahkan Arya Penangsang dan mendapat Bumi Pati, keluarga Ki Guna Reksaka yang kerabat Ki Penjawi itu diajak serta. 

Dan, saat di Pati Tiguna berguru ke Sunan Muria, anak Sunan Kalijaga. Sehingga genealogi ilmunya merupakan perpaduan antara keduanya, ilmu Sunan Kalijaga yang ulama seniman dan ilmu Sunan Muria yang seorang pendekar tasawuf  alam (lingkungan).

Tiguna bersahabat karib beradik-kakak seperguruan dengan Ki Mundri dari Pasuruan dan Anggajaya si mantan berandal ‘Bate Alit’ yang bertaubat ---sebagaimana masa lalu Sunan Kalijaga, yang kemudian dipercaya sebagai ketua siswa Pondok Rahtawu oleh Sunan Muria. 

Di antara mereka, Ki Mundri-lah yang tertua, kemudian Tiguna dan baru Anggajaya. Namun demikian hubungan ketiganya berkelindan bagai tiga serangkai tak terpisahkan.

Pada jaman Adipati Wasis Jayakusuma, Tiguna dianugerahi pangkat ‘Bekel Kusumatali’ (pimpinan prajurit berkuda) dan ambil bagian penting dalam perang Pati-Mataram I (1600M). 

Kemudian ketika kekuasaan Pati berestafet ke Adipati Jayakusuma Tiguna istiqomah melanjutkan pengabdiannya. Bahkan ditugaskan pula merangkap sebagai ajudan raja (Narpa Cundhaka).

Suatu hari kebetulan sehabis ronda di daerah pegunungan Prawata Kendeng Utara. Tiguna mampir ke rumah Ki Mundri. 

Sesampai di ladang pinggir desa tak disengaja dilihatnya ada seorang gadis yang sedang memetik rembayung sembari bersenandung Ilir-ilir, lagu khas pembuka pembelajaran di Muria. Rupanya gadis itu Mumpangati anak Ki Mundri.

Singkat cerita, Tiguna jatuh cinta. Mumpangati pun sebenarnya berbalas cinta. Tapi dasar Mumpangati gadis hijau. Justru ia sampaikan 7 syarat yang diucapkan Ki Mundri saat menolak halus  pinangan Tembirang bocah urakan itu.

Pertama, tawajuh ibadah. Kedua, cinta anak istri tidak berubah. Ketiga, guyub rukun sanak wedrah (saudara). Keempat,  bekerja tidak ogah. Kelima, memiliki rumah megah. Keenam, mempunyai ladang sawah. Dan, ketujuh, berternak melimpah-ruah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline