Lihat ke Halaman Asli

Kyai Janur Kuning (02)

Diperbarui: 5 Desember 2016   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

islamiardela.wordpress.com

Ketika mencermati lontar bertulis itu Waskito terkejut. Di balik tulisan-tulisan itu seperti ada bayang-bayang Prabu Mengkuwaseso, ayahnya, yang sedang memberi nasehat.

“Pusaka ini, dulu pernah saya gunakan untuk berbuat jahat. Tapi saya kemudian menyesali perbuatan jahat tersebut, dan bertobat… Meninggalkan jalan kejahatan dan memasuki jalan kebaikan dengan petunjuk Tuhan Yang Mahakuasa…”.

Sejenak Waskito mengangguk-angguk mencerna terang nasehat itu.  Sesaat kemudian, Prabu Mengkuwaseso melanjutkan nasehatnya.

“Untuk berjaga-jaga agar para anak cucu saya tidak terbelenggu napsu angkara… maka perhatikanlah ajaran saya sebagai tuntunan tingkah laku kehidupan. Iya yang disebut Eka Prasatya Panca Karsa, janji tunggal untuk melaksanakan lima kehendak…”.

Waskito makin serius menelisik lontar itu. Sementara, Prabu Mengkuwaseso kembali meneruskan.

“Pertama, percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, rasa tepa selira kemanusiaan. Ketiga, persatuan dan nasionalisme. Keempat, penataan masyarakat dan Negara dengan musyawarah bersama. Dan, kelima, keadilan yang merata, dengan azas kekeluargaan dan kegotongroyongan…”.

Begitu tuntas nasehatnya, bayangan Prabu Mengkuwaseso pun tidak tampak lagi. Waskito dengan takdzim penuh  hormat mencium lontar itu. Mengembalikannya ke dalam pendhok emas yang kemudian dipasangkan pada gandar Kyai Janur Kuning sebagaimana semula.

Sembari menarik napas dalam-dalam Waskito berujar, “Ajaran luhur, Gentur… Surat wasiat dari Ayah Prabu Mengkuwaseso. Lain hari kamu bakal saya terangkan bab itu… Yang pokok, sekarang Kyai Janur kuning ini, saya titipkan kepadamu. Karenanya rawatlah dengan sungguh-sungguh dan hati-hati… Saya harus bersegera kembali ke ibu kota Pendhawan lagi, sebab akan ada wisuda pelantikan raja… Maka, terimalah Kyai Janur Kuning ini, Gentur…”.

Gentur menerima Kyai Janur Kuning, kemudian dimulialakan (dipundhi) dengan ritual sejenak diposisikan di ujung hidung (pucuking grana).

BERSAMBUNG.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline