[caption id="attachment_313942" align="aligncenter" width="538" caption="sketsa gambar relief daun pintu "][/caption]
OLEH: Khoeri Abdul Muid
Di kaki gunung Muria arah tenggara yang permai itu, di titik 5 Km arah barat laut dari Alun-alun Kota Pati, tepatnya di wilayah RT 3 RW 1 Dukuh Rendhole Desa Muktiharjo Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah, berdirilah sebangun pintu kayu jati ukir model kupu tarung beserta kusennya yang berdiri di atas bantalan kayu persegi panjang yang diletakkan di atas gasebo model joglo. Pintu itu tercatat di Dinas Purbakala Jawa Tengah sebagai benda cagar budaya.
Dan, oleh masyarakat setempat dijadikan sebagai BB (barang bukti) pendukung legenda terjadinya desa Rendhole, yang mana pintu itu diyakini sebagai Gerbang Majapahit yang hendak diboyong ke padhepokan Muria oleh Kebo Anabrang sebagai syarat untuk diakui sebagai anak Kanjeng Sunan Muria.
MENGINTIP MISTERI
Sebelum masuk ke ranah Makna Kontekstual Legenda Pintu Gerbang Majapahit di Pati sebagaimana penelitian saya (2005), marilah mengintip misteri-misteri yang antara lain terdapat di gambar relief-ukir pada daun pintunya sebagaimana disibak oleh senior saya Praba Hapsara (2009) sebagaimana menyambungtulisan-tulisan saya sebelumnya.
Bahwa, setelah mengidentifikasi dan mendefinisikan gambar relief-ukir itu sebagai apa dan bagaimana? Kemudian, Praba Hapsara memanfaatkan teori bahwa ..., seni wayang krucil .... Ceritanya pasti mengambil lakon ‘tema’ Panji (Hazeu dkk., Kaweruh Asalipun Ringgit sartaGegepokanipun Kaliyan Agami ing Jaman Kina, 1979).
Maka dimulailah pengkorelasian gambar wayang gedhog pada relief-ukir pintu “gerbang Majapahit” itu dengan batasan pustaka lakon Panji, tentu dengan secermat-cermatnya.
Pada daun pintunya, terpahat relief fragmen wayang misterius seolah-olah hendak berkata sesuatu. Gambar atas kiri: dua wanita mau bunuh diri. Atas kanan: perang di area air. Bawah kanan: manusia tinggi gagah perkasa (raksasa). Dan, gambar bawah kiri: sosok satria.
Sebagaimana saya sebut dalam tulisan (2) bahwa dalam hal ini, Praba Hapsara membantah keras tentang pendapat si juru kunci pintu “gerbang Majapahit” yang mengartikan fragmen wayang tersebut sebagai menceriterakan perang antara Damar Wulan vs Minak Jingga.
Lalu, tokoh siapakah itu?
RANGGA LAWE vs KEBO ANABRANG
Setelah melalui kajian pustaka trial and error pastinya, pengembaraan itu pada akhirnya sampai pada buku Kalangwan karya Prof. Dr. Zootmulder (1974: 519-525) ada diskripsi sastra zaman Jawa-tengahan yakni kidung Rangga Wenang atau Rangga Lawe, ---wenang = benang = lawe--- (Adipati Tuban) yang melakukan kudeta terhadap Majapahit oleh karena telah terprovokasi Dyah Halayuda si penasehat istana agar menggugat Raja Majapahit karena dipandang tidak adil. Mengapa? Dalam perspektif Halayuda, jasa pengabdian Rangga Lawe terhadap negara Majapahit lebih besar daripada si Nambi yang orang dari Lumajang itu. Tapi mengapa Nambi yang dijadikan Patih (Mahapatih) yang notabene M2 (Majapahit ke-2 setelah Raja)?
Maka terjadilah pemberontakan Rangga Lawe. Dan, untuk memadamkan pemberontakan itu khususnya untuk menandingi kesaktian Rangga Lawe, Majapahit mendutakan salah satu perwira handalannya, si Kebo Anabrang pimpinan angkatan laut Singashari yang reputasinya telah teruji ketika sukses secara gemilang menaklukkan negara-negara Melayu (Pamalayu).
Perang antara Rangga Lawe dan Kebo Anabrang pun terjadi. Ketika di darat, Rangga Lawe yang memang perwira darat tersebut di atas angin dan Kebo Anabrang kewalahan dan lari hingga bengawan (sungai) Tambak Beras (wilayah Jombang). Perang antara keduanya hingga terjadi di tengah bengawan. Maka, keadaanpun berbalik, karena air adalah habitat Kebo Anabrang maka kalah dan tewaslah Rangga Lawe.
Mendengar berita duka tersebut, kedua istri permaisuri Rangga Lawe pun ---sebagaimana adat Hindu-budha kuno--- melakukan bela pati ‘peduli-simpati-empati’ sehidup semati bunuh diri menikam dirinya dengan senjata tajam dan bakar diri.
DalamMarwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II, 1984: 429 dijelaskan bahwa Rangga Lawe memang gugur ditangan Kebo Anabrang pada 1295 M. Hal ini memperkuat kebenaran isi kidung di atas.
*#*
Dan, rasanya plong... TEPAT, bahwa cerita inilah yang pas akurat digambarkan oleh si pembuat relief-ukir daun pintu “Pintu Gerbang Majapahit” itu.
Untuk penguraian lebih lanjut, ikuti misteri (4). Terimakasih...***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H