Lihat ke Halaman Asli

Harga BBM Indonesia Juga Didikte ADB?

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Sudah menjadi konvensi dunia bahwa negara adalah institusi paripurna pemilik kekuasaaan mutlak atau sering disebut kedaulatan untuk mengatur dirinya sendiri dan tidak dibenarkan suatu kekuatan termasuk kekuatan multinasional sekalipun, PBB ataupun ADB (Asian Development Bank) misalnya untuk ikut-ikut mengatur urusan dapur suatu negara.

OH INDONESIAKU

Benarkah kewibawaan Indonesia sebagai negara kini sudah benar-benar beradapada titik terendah sehingga tidak hanya negara-negara tetangga saja yang mulai berani berkacak pinggang di depan hidung Indonesia? Sebutlah Singapura dengan membantu penyadapan Australia dan mengancam kita dengan dalih penamaan KRI Usman-Harun, Papua Nugini dengan membakar kapal nelayan, Malaysia setelah berhasil menganeksasi Ambalat kini giliran mengincar Natuna (?) disamping juga Cina.

Dan, kini pula dibidang fiskal adalah ADB dan BankDunia melakukan aksi “mendikte” menu dapur Indonesia? Apakah perasaan seperti itu sebagai terlalu sensititif saja karena saran atau pertimbangan lembaga keuangan multinasional semacam itu dalam hubungan internasional update adalah biasa-biasa saja ?

Seperti halnya dilansir oleh banyak media, dengan nada rasional ADB melalui Deputy Country Director -nya, Edimon Ginting menyatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi akan menjadi tantangan bagi pemerintahan baru ( Liputan6.com. 1/4).

Intinya, sebagaiamana Bank Dunia, ADB juga menyarankan Indonesia untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan subsisdi BBM yang sama artinya menaikkan harga BBM.

Dia mengatakan, jika dilihat dari sisi tujuan, maka pengurangan subsidi sektor ini dianggap sangat baik, karena akan mengurangi subsidi yang salah sasaran.

"Subsidi ini kan diarahkan ke orang yang tepat. Misalnya, beli mobil di sini lebih mahal daripada di Amerika Serikat karena pajaknya lebih tinggi, tetapi harga BBM-nya jauh lebih murah. Masa kemampuan kita beli mobil lebih baik tapi bensinnya disubsidi," ujar Edimon, di Hotel Intercontinental Midplaza, Jakarta, Selasa (1/4/2014 --Inilah.com).

Lebih jauh dia menjelaskan bahwa lebih baik jika anggaran subsidi tersebut ditujukan pada sektor yang lebih bermanfaat untuk jangka panjang seperti pada sektor pendidikan, kesehatan atau infrastruktur.

"Kalau BBM dibikin murah, maka akan over consume, kalau subsidi ke pendidikan, kalau over consumen kan akan lebih bagus," lanjutnya.

Edimon memprediksi, pengurangan subsidi BBM ini akan menjadi tantangan bagi pemerintah mendatang karena dengan masa pemerintahan saat ini hanya berumur hitungan bulan sehingga sulit untuk dilaksanakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline