Lihat ke Halaman Asli

Pesan Akhir Pimpinan Parpol tentang Pendidikan Politik

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Tujuan utama dari kampanye Parpol dalam rangkaian ritual Pemilu ialah menarik hati para konstituen pemilih guna meraup sebesar-besar jumlah suara. Namun disamping tujuan utama tersebut kampanye memiliki peran utama juga yakni sebagai wahana pembelajaran politik bagi warga negara yang lazim disebut sebagai pendidikan politik.

Adalah menarik disimak “mauidhoh khasanah” atau nasihat baik dalam rangka pendidikan politik tersebut pada “pesan akhir” dari beberapa pimpinan parpol pada hari terakhir masa kampanye kemarin yang saya ambilkan benang merahnya dari liputan beberapa media massa di berbagai tempat sebagai berikut.

1.Hatta Rajasa: Jalin komunikasi dan bersikaplah simpatik.

2.Aburizal Bakrie: Jangan golput dan tetapkan pilihan tepat.

3.Prabowo Subianto: Bela harga diri bangsa dan negara hingga titik darah penghabisan.

4.SBY: Ingat 11 Prgram Unggulan Partai Demokrat soal pengurangan kemiskinan, sektor pendidikan, kesehatan, UMKM dan kewiraswastaan, dan lainnya (pendidikan politik?).

5.Surya Paloh: Penting sikap negarawan bagi seorang pemimpin Indonesia.

6.Anis Matta: Soal presiden jangan Jawa centris, harus nasionalis.

7.Suryadarma Ali: Persoalan bangsa sebagai persoalan ummat Islam.

8.Megawati: Gunakan mata dan kata hati agar tidak korupsi.

9.Yusril Ihza Mahendra: Pertahankan idealisme.

Terlepas dari seberapa besar efektifitas pesan-pesan yang terbawa pada prilaku maupun orasi para pimpinan parpol dalam kampanye pemilu dalam kerangka pendidikan politik warga negara adalah tetap saja penting untuk selalu dikedepankan. Sebab, politik itu penting dalam kehidupan manusia. Karenanya stigma bahwa politik itu kotor adalah keliru. Dan, bagaimana menyucikan kembali kesan terhadap politik adalah PR terbesar bagi para politisi. Tapi, mungkinkah?***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline