OLEH: Khoeri Abdul Muid
[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Dok. Instagram)"][/caption]
Dalam perkembangan up-date pasca penetapan real count KPU (9/5 dini hari) masih saja pusaran terkuat elektabilitas capres berkutat pada dua titik, yakni Jokowi dan Prabowo. Jokowi telah seatle bertengger di atas kepala bantengnya yang berpijak pada bola dunia dan putaran roda restorasi (PDIP-PKB-Nasdem) dengan akumulasi prosentase suara pileg 35,07%.
Sementara Prabowo masih bergerak dengan burung Garudanya menikmati sinar mentari dan membawa pedang kesejahteraan sambil sesekali bertengger di rimbunan pohon beringin (Gerindra-PAN-PKS-Golkar) dan jika mereka sukses berkoalisi maka akumulasi suaranya 40,94%.
Si mentari PAN yang mendulang suara 7,59% melalui para petingginya meyakinkan akan resmi bergabung dengan Garuda Gerindra pada 14 Mei 2014. Sementara Golkar tampaknya masih terbelah, ARB menutup pintu ke Jokowi dan mantap ke Gerindra, sementara yang lain masih menunggu Rapimnas VI dalam waktu dekat.
MANUVER DEMOKRAT
Yup. PDIP, Nasdem, PKB, Gerindra, PAN, PKS, Golkar sudah dalam posisi seatle atau setidaknya telah bergerak. Tapi, bagaimana dengan Partai Demokrat (PD) yang notabene parta penguasa (incumbent), kemudian akhir drama P3 dan juga Hanura?
Mencermati langkah-langkahnya akhir-akhir ini, dapat ditengarai bahwa PD yang bermodal 10,19% dan P3 6,53% ini masih saja sibuk bermanuver ber-bargaining dengan menginjakkan masing-masing satu kakinya pada dua titik pusaran tersebut sekaligus dengan ketika mencoba kepalanya mendekat ke Jokowi maka ekornya dikaitkan ke Prabowo dan begitu pula sebaliknya, bahkan PD sesekali menggertak ingin berdikari merevitalisasi koalisi setgab jilid II.
Oleh karena itu dalam konteks ini, adalah menarik mencermati manuver PD wabilkhusus(cq) SBY sebagai incumbent. Dalam perspektif texbook, kemenangan pilpres ditentukan pertama oleh popularitas kandidat, kedua, jalannya mesin partai dan yang ketiga, dukungan incumbent yang masih bercitra baik. Perlu dicatat bahwa approval rating (kepuasan publik atas kepemimpinan) SBY kini masih 60% (Indo Barometer). Pertanyaannya adalah kemanakah PD pada akhirnya akan berlabuh?
Pasca kelengseran keprabonan-nya sebagai presiden dua periode berturut-turut, kira-kira kepentingan SBY yang paling mendesak terhadap pemerintahan baru nanti ialah sekitar filosofi mikul dhuwur mendhem jero. Meninggalkan kesan baik dan memendam kesan buruk. Sebab, sekecil apapun mantan pemimpin pastinya ada pula kejelekannya.
Oleh karena itu SBY dalam perspektif ini sangat mungkin berkepentingan untuk menanamkan pengaruhnya pada pemerintahan berikutnya untuk memastikan bahwa pemerintah baru itu tidak akan dan atau mencegah pihak-pihak yang akan mengungkit-ungkit keburukannya.
Manuver tarik-ulur yang diperagakan SBY antara lain dengan menerima kunjungan Prabowo pada satu sisi, namun pada sisi lain juga menyindir (menolak) apa yang dipersepsikan SBY sebagai agenda Prabowo, yakni kembali ke UUD 1945 yang asli, terutama pasal 33 dan nasionalisasi aset asing di bumi Indonesia.
(Beda pendapat SBY dan Prabowo ---yang notabene ide Prabowo itu juga sebelumnya diusung oleh UI dan para purnawirawan perwira itu, perlu diuji secara filosofis-ilmiah. Untuk sementara analisa saya soal itu begini, SBY berperspektif jangka pendek dan praktis-pragmatis, sementara Prabowo berperspektif jangka panjang dan filosofis-ideal. Dalam praktek, keduanya harus sama-sama jalan. Jadi, pandangan keduanya dari sisi politis, tidak ada yang keliru).
PELABUHAN SBY
Namun demikian, dengan manuver “penolakan” terhadap Prabowo tersebut, ternyata hingga kini mandul belum berbuah. SBY masih saja gigit jari. Umpannya tidak segera serta-merta disambut mesra Megawati, dan wajarlah bila kemudian muncul pemikiran geregetan dan berbau nostalgia, yakni kepingin lagi merevitalisasi setgab jilid II (PD, PKB, PKS, Golkar, PAN, P3) itu, yang sesungguhnya merupakan sesuatu yang jauh dari kemampuannya saat ini.
Lalu, pertanyaannya ialah, lagi, kemanakah pelabuhan paling realistis SBY dengan PD-nya?
Melihat gelagat manuver PD up-date, saya berkeyakinan bahwa SBY dengan PD-nya tetap akan berkoalisi dengan PAN. Sebab, Hatta adalah besan kesayangan SBY. Selama PD dinahkodai SBY dan PAN dipegang Hatta, keduanya tidak mungkin bercerai. Dan, jika PAN jadi berkoalisi dengan Gerindra maka manuver-manuver SBY (PD) terhadap Prabowo tersebut dapat dibaca sebagai upaya untuk membantu penaikan bargaining potition Hatta yang mesti bersaing ketat dengan ARB atau kandidat Golkar lainnya menjadi cawapresnya Prabowo. Karena dengan demikian PD+PAN yang 17,78% mengalahkan hegomoni Golkar yang 14,75% itu.
Alkhasil, jika prediksi ini benar, maka praktis kekuatan pusaran Prabowo akan sangat tangguh dengan total akumulasi dukungan suara pileg 51,13%. Sementara pusaran Jokowi jika jadi digabungi Hanura-nya Wiranto maka akan memiliki daya dukung suara legislatif 40,33%. Meski, sekali lagi, dalam pilpres, jumlah angka dukungan suara legislatif tersebut tidak bisa dijadikan patokan mutlak akan jaminan kemenangan. Sebab, ia merupakan faktor ke sekian setelah popularitas atau elektabilitas kandidat itu sendiri, pastinya.
Ingat: in politics anything is possible. Because, politics is the art of possible. OK?
Hasil Akhir Pileg Nasional selengkapnya:
Ranking
No. Partai
Nama Partai
Real Count
1
4
PDIP
18,95
2
5