Lihat ke Halaman Asli

RG Meraung ada yang murung, ada yang merenung

Diperbarui: 12 Agustus 2023   10:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seseorang yang sudah bersikap rendah hati, namun ada saja yang merendahkan. Mau sombong-sombongan? Mau merasa lebih berkemampuan. Lantas prestasi apa yang sudah dilakukan RG yang bisa-bisanya menghina pimpinan?

Adakalanya seseorang yang sudah bersikap diluar batas, perlu disentil. Terlebih lagi terhadap sosok yang jelas apabila melanggar dan tidak bersikap santun dan beradab perlu ditegur, terlebih yang melakukan bukan bocah ingusan yang masih membutuhkan bimbingan, untuk diarahkan bagaimana cara berkomunikasi yang baik dan benar, tanpa memprofokasi pendengar.

Yang menyentil tentu saja tidak harus langsung sosok yang bersangkutan (yang direndahkan) melainkan tangan RG sendiri yang akan menyentil dirinya atas keliaran lisan yang tidak bisa dikontrol, dan ini pastinya akan lebih menyakitkan. Jika tidak! pasti akan ada tangan-tangan lain yang memberinya balasan atas ucapan yang tidak dapat dipertanggungjawakan itu.

Siapa pun tanpa terkecuali yang membuat ulah. Maka akan diterima sendiri efeknya. Banyak sosok sebagaimana RG, merasa telah berjuang, yang sebenarnya perjuangan yang dibawanya adalah imajinasinya sendiri yang merasa telah berjuang. Padahal yang terjadi menebar kebencian.

Manusia memang tidak sempurna. Penilaian sosok lain tentang kita memang itu juga sah-sah saja, jika penilaian yang diberi memang kewajaran. Dalam artian bukan fitnah, bukan diada-ada ataupun adu domba dan segala macam jenisnya.

Hikmanya bagi kita sang pendengar adalah!
Apa pun yang disampaika RG atau seseorang yakinlah, belum tentu sipenghina sendiri lebih baik, bahkan sikap arogan tersebut tidak menjadikan dirinya menjadi lebih baik.  Justru dengan cara menjelekan dan menjatuhkan yang lain. Merupakan gambaran yang ada pada diri sendiri.
"Barangsiapa yang menjelekan sosok lain yang tidak jelek. Maka dia sendirilah yang menyandang kalimat tersebut"

Pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa RG adalah semoga kita bisa menjaga lisan, agar lebih santun dalam berucap. Bagaimanapun kita sebatas manusia yang tidak sempurna. Dalam artian memang bisa saja berbuat salah. Menyadari hal ini kita akan lebih waspada dan berhati-hati dalam menanggapi segala yang terjadi. Merasa hebat dan merasa lebih mulia, hanya akan menjauhkan diri dari capaian kita yang sebenarnya. Jika para anbiya saja tak merasa hebat dengan kesuciannya, lantas kenapa kita  mau merasa  gagah?

Apa adanya saja akan lebih baik.
Jujur terhadap diri, akan membuat segalanya bersih, pikiran menjadi jernih. Segala sesuatunya tanpa ada proyeksi hingga yang ada cahaya cinta kasih. Pikiran dan tindakan sejalan dalam kesadaran yang menghidupkan.

Pengakuan akan kelemahan adalah, pintu gerbang untuk satu sama lain saling mendengar dan percaya. Yang efeknya akan memudahkan setiap urusan dan kesulitan yang ada pada kita dan juga pada bangsa tercinta, yang perlu dijaga kesucian ajaran dan marwahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline