Mayoritas warga Indonesia menyukai makanan dan minuman manis. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferreti & Mariani, 2019 bahwa Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara dengan konsumsi minuman berpemanis tertinggi se-Asia Tenggara. Hal ini didukung juga dengan hasil data yang dilakukan Riskesdas pada tahun 2018 dimana 61,3% penduduk Indonesia mengonsumsi makanan dan minuman manis lebih dari 1 kali per-hari. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki variasi olahan makanan dan minuman manis karena beragamnya suku dan budaya di Indonesia, menurut hasil Survei Cepat Kurious pada tahun 2023 bahwa martabak manis dan es teh manis merupakan jenis makanan & minuman manis yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia dengan persentasi konsumsi sebesar 57,8% pada martabak manis dan 63,1% pada es teh manis.
Menyangkut hal tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Sumartini, dkk bahwa jumlah konsumsi yang cukup pesat terhadap produk olahan manis menyebabkan pedagang kecil dan industri rumahan menggunakan pemanis buatan karena dapat menghemat biaya produksi dan meningkatkan daya terima konsumen. Pemanis buatan merupakan salah satu jenis dari bahan tambahan pangan (BTP) yang dapat memberikan rasa manis tetapi tidak memiliki nilai gizi, contoh pemanis yang sering digunakan adalah Sakarin dan Siklamat.
Namun, konsumsi pemanis buatan yang berlebih tentunya berdampak pada kesehatan. Tak hanya berkontribusi besar pada tingginya angka mortalitas dan morbiditas akibat kelebihan berat badan, obesitas dan diabetes, beberapa jenis pemanis buatan ternyata juga berkaitan terhadap penyakit radang usus dan dapat mengganggu mikrobiota usus pada manusia. Mikrobiota usus merupakan bakteri baik yang terdapat dalam organ usus besar pada manusia. Bakteri ini menjadi bagian penting dalam kesehatan manusia, bahkan dianggap sebagai 'organ' yang dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar usus dan memainkan peran penting dalam pencernaan, metabolisme, kekebalan, peradangan dan juga penyakit. Selain itu fungsi yang paling penting dari mikrobiota usus adalah kemampuan dalam memfermentasi karbohidrat yang berdampak baik terhadap kesehatan tubuh manusia.
Dari bukti yang telah terkumpul pada penelitian Liu, dkk menunjukkan bahwa bahan tambahan pangan dinilai dapat mengganggu keseimbangan dalam usus, sehingga berkontribusi dalam meningkatkan respons peradangan yang merusak jaringan. Dalam artikel ini akan kita lihat reaksi mikrobiota usus terhadap berbagai pemanis buatan yang sering digunakan dalam bahan tambahan pangan.
- Sakarin. Pemberian sakarin pada tikus menyebabkan berkembangnya sel yang menyebabkan meningkatnya peradagangan pada hati dan mukosa usus sehingga mengubah permeabilitas usus menjadi rendah. Suplementasi sakarin juga secara signifikan menghambat bertumbuhnya bakteri baik seperti Firmicutes dalam usus dan meningkatkan populasi bakteri patogen sepeti Staphyloccus aureus.
- Siklamat. Sejauh ini, efek dari konsumsi siklamat terhadap mikrobiota usus belum dapat ditarik dan diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengetahui dampaknya terhadap peradagangan usus. Namun, efek konsumsi siklamat berdampak pada penurunan dari short chain fatty acid (SCFA) yang merupakan hasil produk dari fermentasi mikrobiota usus dimana bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Hasil produk dari SCFA yaitu asam butirat & asam propionat. Dalam hal ini, asam butirat dinilai efektif dalam menurunkan resiko resistensi insulin dan obesitas. Sedangkan asam propionat terbukti bermanfaat bagi usus yang sering dikaitkan dengan penyakit radang usus. Sehingga, menurunnya kadar SCFA akibat pengaruh siklamat dapat berdampak negatif terhadap kesehatan.
- Asesulfam K (E 950). Efek dari konsumsi jenis pemanis buatan asesulfam K dapat menurunkan jumlah mikrobiota jenis Akkermansia Munichipilla dimana bakteri ini berperan sebagai antiinflamasi yang dapat mencegah atau mengurangi peradangan di dalam tubuh. Selain itu, penelitian ini juga mengungkapkan bahwa pemberian asesulfam K dapat menyebabkan kerusakan usus akibat dari tidak seimbangnya jumlah mikrobiota pada usus besar sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya radang usus.
Artikel ini menjelaskan bagaimana pengaruh akibat konsumsi bahan tambahan pangan pemanis buatan terhadap mikrobiota usus, bagaimana efek negatif yang dihasilkan terhadap usus setelah dikonsumsi, meskipun banyak yang harus ditinjau lebih lanjut. Sebagai negara pengonsumsi pemanis buatan terbesar ketiga, alangkah baiknya kita bijak dalam mengonsumsi pemanis buatan dengan batasan yang sudah ditentukan oleh regulasi BPOM agar menjaga kesehatan usus dan tubuh kita. Selain itu, dalam mendorong produksi bahan pangan yang sehat, Indonesia juga memiliki beragam makanan tradisional dengan menggunakan pemanis alami yang juga tidak kalah nikmat dari olahan makanan yang menggunakan pemanis buatan. Selain menjaga kesehatan usus dan tubuh, kita bisa melestarikan kuliner tradisional di Indonesia agar tidak kalah saing dengan olahan makanan instan yang menggunakan pemanis buatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H