Lihat ke Halaman Asli

Khazani Darunnafis

Active Communication Science Student in University of Mataram (Concentrate on Journalism)

"All Eyes on Rafah" Sebuah Bukti Tingginya Rasa Kemanusiaan

Diperbarui: 4 Juni 2024   13:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"No Need To Be Anyone To Support Palestine, Enough Only Just Be A Human"

Beberapa hari yang lalu dan masih berlangsung sampai sekarang, sebuah foto yang dibuat (generated) oleh AI dan bertuliskan "All Eyes on Rafah" menjadi viral di hampir semua media sosial populer termasuk Instagram, Facebook, Twitter (X) dan Tiktok. Bahkan, unggahan tersebut sudah dibagikan sebanyak lebih dari 47 juta kali di media sosial Instagram. Viralnya "All Eyes on Rafah" dilatarbelakangi oleh serangan militer Israel ke wilayah pengungsian warga Palestina di wilayah Rafah yang berlokasi di Gaza Selatan pada 26 Mei 2024 kemarin.  Serangan ini menewaskan lebih dari 50 orang warga Palestina termasuk bayi dan anak- anak. Serangan ini juga tentu saja memicu kemarahan warga dunia karena kebiadaban pasukan Israel yang menyerang warga sipil tak bersenjata dan secara terang- terangan telah melakukan kejahatan perang.

Viralnya tagar, postingan dan unggahan story dari semua pengguna media internet tersebut pada akhirnya menjadi sebuah bukti tingginya rasa kemanusiaan masyarakat dunia khususnya netizen. Unggahan "All Eyes on Rafah" di instagram ini bersifat snowball karena fitur instagram yang memungkinkan pengguna untuk menanggapi sekaligus memposting ulang unggahan di story instagram mereka. Media sosial telah menjadi alat yang ampuh untuk menyatukan orang-orang dari berbagai penjuru dunia dalam usaha kemanusiaan. Melalui gambar, video, dan cerita yang diunggah, publik dapat melihat langsung kesulitan yang dialami warga yang mengungsi di Rafah serta upaya-upaya yang dilakukan untuk memberikan bantuan kepada yang terluka. Ini menunjukkan bahwa rasa kemanusiaan mampu melintasi batas-batas geografis dan budaya, menyatukan kita dalam misi kemanusiaan.

Rafah, Sebuah Tempat Pengungsian yang Selalu Terancam 

Di sebuah area seluas 60 kilometer persegi di wilayah Gaza Selatan, terdapat sebuah tempat yang menjadi harapan terakhir dari 1,5 juta orang Palestina tidak bersalah dan telah menderita karena perang selama berbulan- bulan atau bahkan bertahun- tahun bernama Rafah. Tempat ini menjadi satu- satunya harapan terakhir keluarga- keluarga yang rumahnya telah dihancurkan di Gaza utara. Mereka yang rumahnya dihancurkan di Gaza utara memilih untuk mengungsi ke Khan Younis, akan tetapi, Khan Younis juga dibombardir oleh tentara biadab Israel.

Tidak cukup dengan itu, tentara biadab Israel juga sekarang mengancam akan menyerang Rafah melalui jalur darat dan udara. Apabila Rafah benar- benar diserang, maka pupuslah harapan dari warga Palestina yang tersisa disana. Sayangnya, dunia tidak mampu melakukan apa- apa karena pemerintah- pemerintah kapitalis di Amerika Serikat dan negara- negara Eropa lain menutup mata akan hal ini. Akhirnya, pada 26 Mei kemarin, rudal- rudal Israel menghujani Rafah, tepatnya di tenda- tenda pengungsian warga Palestina. Hal ini semakin menambah penderitaan mereka di tengah- tengah ancaman kelaparan dan kekurangan gizi karena kurangnya persediaan makanan dan air bersih .

Dunia Internet dan Manusia- Manusia Sadar Didalamnya

Media sosial memainkan peran krusial dalam menyebarkan kesadaran dan menggalang dukungan untuk Rafah. Melalui platform seperti Instagram dan TikTok, cerita tentang penderitaan dan perjuangan warga Rafah disebarkan ke seluruh dunia. Influencer, aktivis, dan warga biasa bergandengan tangan dalam kampanye ini, menggunakan tagar- tagar seperti #AllEyesOnRafah atau #FreePalestine untuk menarik perhatian publik. Video dan foto yang diunggah tidak hanya menggugah emosi tetapi juga mendorong banyak orang untuk mengambil tindakan nyata, seperti berdonasi atau menyebarkan informasi lebih lanjut.

Unggahan "All Eyes on Rafah" menjadi sebuah bentuk aksi demonstrasi atas kekesalan dan kemarahan masyarakat internet dunia atas kekejaman yang dilakukan tentara biadab Israel di area pengungsian Rafah. Tingginya angka repost atau posting ulang cerita dan postingan di Instagram menunjukkan bahwa masyarakat dunia sebenarnya tidak menutup mata atas apa yang terjadi di Palestina. Bahkan, masyarakat dunia barat terkhusus Eropa dan Amerika Serikat kerap memfokuskan perhatian mereka terhadap apa yang terjadi di Palestina. Banyak dari mahasiswa/ mahasiswi kampus ternama seperti Oxford, Harvard dan lain- lain bahkan mengkampanyekan tagar- tagar yang menunjukkan solidaritas terhadap Palestina. Sayangnya, pemerintah mereka memiliki pandangan yang berbeda dan cenderung tidak peduli. Mereka hanya disibukkan untuk mempertahankan otoritas ekonomi mereka sehingga lebih memilih untuk mendukung Israel daripada Palestina.

Meskipun begitu, suara- suara dan aspirasi masyarakat dunia tidak pernah sedikitpun lelah dan tetap menyuarakan setiap kebiadaban tentara Israel di Palestina. Akun- akun instagram jurnalis Palestina seperti @byplestia dan @motaz_azaiza dan lain- lain tetap selalu dibanjiri like dan komentar dari netizen yang selalu up-to-date terhadap apa yang terjadi di Palestina sekarang. Selain like dan komen, netizen juga kerap memposting ulang setiap story ataupun unggahan dari jurnalis- jurnalis tersebut. Netizen menganggap hal itu adalah salah satu bentuk perlawanan yang bisa mereka lakukan dalam menyikapi kebiadaban tentara Israel di Palestina. Kondisi ini sebenarnya menunjukkan tingginya rasa kemanusiaan yang dimiliki oleh warga dunia khususnya netizen dan hal inipun seharusnya patut diapresiasi oleh pemerintah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline