Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Khasba

Buruh yang terus menulis

Kopi Malu V-60: Cerita di Balik Penilaian

Diperbarui: 12 Februari 2021   18:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Premik: ilustrasi barista tanpa tapi (freepik)

...

Mencoba untuk bangkit, dari bumi kelangit
Meski terasa sulit, dari bumi kelangit
...

Malam temaram, begitulah suasana saat ini. Di bawah suasana yang tidak terdapat bintang-bintang, lirik lagu Bondan Prakoso menggugahku untuk melihat dan belajar satu hal. Sudah sekian jam aku duduk di kedai bersama salah seorang teman. Ia merupakan barista yang jempolan pada masanya. Menurut pengakuannya, "Dunia bisa aku raih dan orang-orang banyak yang berdatangan menemuiku untuk membicarakan sesuatu yang cukup serius". Itu misiku!

Aku bukan tipe orang penikmat kopi sungguhan. Namun, yang ada di pikiranku selalu ingin belajar dan belajar. Aku ingin sekali belajar membuat kopi. Jenis apapun, aku ingin belajar. Aku malu-malu bertanya kepada temanku, "cuy, kalo beli kopi disini, tapi buat sendiri dengan dampingan baristanya boleh nggak si?". Tanyaku penasaran. Temanku menggangguk. Bagiku, itu adalah simbol yang jujur dan meyakinkan.

Aku mulai beranjak dari tempat duduk dan menemui sang barista kedai perjuangan. "mas aku mau V-60 mas, tapi bikin sendiri ya, boleh nggak aku minta diajari?". Pintaku memaksa. Dia terdiam, mungkin perlu jeda untuk mengiyakan permintaanku. Aku yakin sebenarnya dia mau, namun ada kekhawatiran karena aku adalah orang yang baru duduk di kedainya. Dimana-mana orang yang datang hanya menginginkan kopi siap saji. Loh, ini kok malah pengin belajar membuat kopi. Maklum, itu manusiawi. Setiap orang punya sensornya tersendiri terhadap orang yang dijumpai.

Sekitar sepuluh menit aku berdiri menungguku keputusan sang barista. Apakah dia akan mengiyakan, atau justru sebaliknya. dengan pedenya aku mematung sambil melihat jenis-jensi kopi yang dijajakan di depan mesin giling. Aku tidak peduli tentang perasaan dan kekhawatirannya tentang keinginanku. Biarkan dia berpikir sendiri. Aku yakin, setiap orang yang ingin belajar pasti selalu mendapatkan jalan yang tidak disangka-sangka.

Benar saja. "Boleh, sini mas. Mau belajar kopi jenis apa?". Yes, dalam hati aku bergembira ria. Pembelajaran yang tidak pernah diajarkan oleh bangku pendidikan adalah kebahagiaanku tersendiri. "aku mau belajar bikin v-60 mas. Apa yang perlu aku siapkan"? jawabku. Aku pun menyiapkan diri untuk mengambil sebuah gelas yang terlebih dulu perlu diguyur air panas. Katanya, ini berguna untuk menghangatkan gelas. Biasanya pengunjung mengeluhkan kok kopinya udah dingin. Nah, gelas ini disiram untuk mengantisipasi itu. Karena nggak semua penikmat kopi mengetahui dapur seorang barista.

Apalagi jika yang hadir bukan penikmat kopi sesungguhnya, khususnya jenis v-60 ini. Jenis kopi ini mempunyai tahapan yang lebih lama dari pada jenis kopi lainnya. Kita perlu menyiapkan ukuran grinder, kapas, dan alat v-60. Beda dengan tubruk dan jenis kopi lain yang cenderung lebih mudah. Kecenderungan yang dimaksud adalah, karena di v-60 ini kita hanya mengambil ekstrak kopinya. Kopi nggak langsung masuk dalam gelas. Melainkan, kita perlu banyak jeda yang mempengaruhi penurunan suhu saat membuat kopi jenis v-60.

Saat aku tanya, sudah berapa lama menekuni kopi dia menjawab kebingungan. Dalam hati, anjing ini cukup lama nih orang belajar kopi. Sampe ditanya kapan pertama kali belajar atau menyukai kopi pun mengalami kebingungan. Aku kembali melakukan aktivitas membuat kopi. Dalam hati, aku juga ingin mengetahui kehidupan sang barista ini kenapa memilih kopi sebagai jalan pencarian uangnya. Kenapa tali uangnya nggak dari hal lain aja. Aku lihat sudah mainstream kedai kopi di tahun 2021. Apakah semua barista tidak mempunyai kekhawatiran kedainya bangkrut. Entah bagaimana aku malah menjalar kepada kehidupannya.

"Ambil kopi kesukaanmu, maksimal 15 gram untuk v-60". Wuaanjing, aku dikagetkan dengan suara barista. Sebenarnya antara ikhlas dengan tidak ikhlas mungkin mau mengajariku membuat kopi. Yaudahlah aku nurut aja, mungkin ini judulnya orang yang mau belajar. Belajar adalah mau disentak, mau sakit hati, mau di bikin bingung, sampai dibikin nggak percaya diri. Begitulah jalannya lagu Jamrud dalam kehidupan "berakit-rakit kita kehulu. Berenang kita ketepian. Bersakit dahulu, senang pun tak datang. Malah mati kemudian".

Semoga Tuhan tidak memberikan jalan hidupku yang mati karena tidak mendapat kesenangan, amieen. Aku mulai menggiling kopi jenis Kintamani dari Bali. Aku menemukan kelucuan di situ, kirain Kintamani hanya nama anjing khas Bali yang sangat menggemaskan itu. Ternyata Bali juga mempunyai kopi yang sama-sama namanya Kintamani. Yaudah aku giling saja Kintamani ini. Hitung-hitung itu sebagai kegagalanku mendapatkan Kintamani yang berbentuk anjing, hahahaha.

Begitu aku selesei menggiling aku disuruh memastikan suhu air di suhu 90 derajat. Dan ketika mau melanjutkan mengucurkan air aku disuruh memperhatikan jeda selama dua puluh detik setelah kucuran pertama. Gila, ini sesuatu yang gila. Ternyata buat kopi nggak semudah yang aku bayangkan. Sampai-sampai ada jenis khusus yang disiapkan untuk membuat kopi jenis v-60. Peralatannya sangat sederhana namun rumit kesannya. Ya, gimana tidak. Di situ ada kapas, ada corong sama tabung di bawah untuk menampung air. Dimana, itu adalah pengalaman baru dalam pembuatan kopi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline