Teringat kembali memori ketika masih duduk di bangku kelas 8 SMP sekitar tahun 2010 di salah satu sekolah favorit di Banyuwangi, Jawa Timur. Saat itu sangat bersemangat pada awal masuk kelas untuk memilih bangku paling depan.
Bukan bermaksud unjuk gigi sebagai siswa rajin dan cerdas, namun karena saya memiliki low vision, penglihatan saya lemah dan harus memakai kacamata minus yang lumayan tinggi.
Akhirnya saya berangkat pagi-pagi, cenderung lebih pagi dari siswa lainnya untuk meningkatkan peluang mendapatkan bangku di barisan depan.
Ya, usaha tidak mengkhianati hasil. Saya berhasil meletakkan tas cokelat merek Alto milih saya di salah satu meja barisan depan sebagai tanda bahwa bangku tersebut telah menjadi milik saya.
Senang rasanya saat berhasil mendapatkan bangku paling depan dengan harapan ke depannya proses belajar menjadi lancar dan bisa melihat apa yang guru tulis di papan tulis atau membaca meteri yang ditampilkan melalui proyektor.
Namun nyatanya rasa senang itu tak bertahan lama.
Saat saya meninggalkan bangku dengan tas masih di meja untuk sarapan di kantin sebentar saja, tiba-tiba tas saya sudah menghilang, dan bangku-bangku telah banyak dihuni oleh siswa lain, termasuk bangku depan saya.
Tentu bagi saya hal ini sangat mengecewakan, bahkan siswa-siswa lain tidak ada yang peduli dan seolah tak terjadi apa-apa.
Saya memutuskan untuk berkeliling ke bangku-bangku lain dari depan sampai belakang tanpa mengatakan apa-apa.
Akhirnya saya menemukan tas itu di bangku pojok kiri paling belakang.