Halo, apa kabar? Ya, rasanya semenjak pertama kali membuat akun di kompasiana satu setengah tahun yang lalu, aku belum pernah mengucapkan sapaan ini kepada sesama kompasianer lainnya. Hanya menulis, menulis, dan menulis serta saling menambahkan teman dengan kompasianer lainnya. Hmm, mungkin inilah gaya pertemanan baru di era ini. Cukup bisa dibilang teman apabila sudah saling terhubung di media sosial, sekalipun sebenarnya bisa saja belum pernah saling berjumpa. Ada sisi baik dan sisi negatifnya kok, tapi aku rasa aku bukan pakar atau pengamat sosial yang mumpuni untuk menanggapi hal ini, hehe.
Dan ternyata sudah cukup lama juga aku tidak menulis di kompasiana. Setelah kucek, tulisan terakhirku tertanggal pada bulan Januari 2014. Memang baru lewat 2 bulan sih (sekarang Maret). Tapi bila dibandingkan dengan keranjinganku dulu dalam memposting tulisan, maka sebenarnya ini bisa dinyatakan sudah cukup lama. Tiga bulan ini, terhitung sejak Januari 2014, hidup memang seolah terenggut dengan kesibukan perkuliahan yang amat menggila dan dahsyat. Baru kusadari setelah aku sendiri yang mengalami, bahwa menjadi mahasiswa tingkat tiga akhir itu sangat tidak mudah. Aku tidak tahu apakah ini berlaku secara umum atau tidak. Tapi menurutku, menjadi mahasiswa semester 6 di Teknik Kimia ITB sungguh sangat berat. Dan aku berusaha untuk menanggapinya dengan enjoy dan serius karena aku tahu bahwa ke depannya, sesuai dengan rencana dan cita-cita yang telah kubuat, bahwa akan semakin terjal perjalanan hidup.
Lalu, apakah aku hanya mengurusi akademik? Tidak. Memang, kehidupan akademik yang sekarang kuhadapi sangat lebih menuntut konsentrasi dan kemampuan dibandingkan semester-semester sebelumnya. Dan ini bukan pernyataan subjektif dari aku sendiri, karena semua temanku, dan semua senior memang mengatakannya demikian. Bahwa tingkat 3 di teknik kimia merupakan masa yang paling berat, paling tidak mengenakkan, tetapi paling menentukan kehidupanmu selanjutnya. Dalam satu minggu, kamu harus sanggup menghadapi laboratorium, ujian, tugas, dsb. Laboratorium yang kumaksud kamu harus menjalankan percobaan yang menghabiskan waktumu dua hari, mengumpulkan laporan dengan deadline H+1 dan ditulis tangan (tergantung kemauan dosen), mempersiapkan pembicaraan akhir dengan dosen pengampu bersangkutan, serta mempersiapkan pembicaraan dan dry run untuk keperluan percobaan modul selanjutnya. Ini berlaku setiap minggu dengan jeda hanya satu minggu. Kemudian tentang ujian, ada saatnya terdapat dua ujian dalam satu minggu, atau bahkan dua ujian dalam satu hari. Dan mata kuliah di semester 6 merupakan mata kuliah yang paling sulit, seperti pengendalian proses, peristiwa perpindahan dll (oh my God). Dan dari setiap mata kuliah tersebut terdapat tugas masing-masing. Seperti matkul food safety yang memberikan tugas makalah 40 halaman dengan 40 sumber literatur dalam satu minggu yang notabene sudah penuh dengan hal lainnya. Kemudian ada pula tugas matkul pengembangan produk pangan untuk melakukan inovasi dan pengembangan produk pangan tertentu sepanjang satu semester ini, karena produk tersebut akan dilaunching di akhir semester.
Itu sedikit cerita tentang akademik. Tapi bukan cuma akademik yang harus dihadapi. Dengan menjadi mahasiswa tingkat 3, maka artinya harus siap pula untuk menjadi angkatan pengurus himpunan. Karena angkatan di atasnya sudah uzur dan akan segera lulus, maka kepengurusan himpunan mahasiswa diserahkan kepada satu angkatan di bawahnya. So, di tengah kehidupan akademik, ada fenomena periodisasi kepengurusan himpunan yang juga harus dilakukan. Dan bertambah semakin seru apabila himpunan yang bersangkutan sedang menjalankan program kegiatan besar seperti perlombaan tingkat asia tenggara, serta penulisan majalah keprofesian yang akan disebarkan secara nasional.
Ya, ya, ya, seperti itulah. Tapi sebenarnya bagaimana menjalankan kehebohan hidup seperti itu serta efek yang dirasakan, aku rasa bahwa itu tergantung kepada diri sendiri. Bagaimana taktik untuk menghadapi semuanya, mengatur waktu, pikiran, dan sebagainya tergantung kepada pribadi masing-masing. Nyatanya, kehektikan itu tidak membuat teman-temanku mundur tapi begitu super dalam menghadapinya. Aku kagum dengan teman-temanku yang sanggup maju menjadi ketua himpunan, sanggup mengikuti kegiatan di luar kampus, sanggup memenangkan kompetisi ini itu, padahal kehidupan kampus yang dihadapinya benar-benar parah, haha.
Dan aku juga belajar dari mereka, serta berusaha untuk meningkatkan kualitas dan kapabilitas diriku sendiri. Ya, kuakui bahwa justru aku merasa lebih banyak merasakan kematangan, inspirasi, dan konsep-konsep hidup ke depannya di keadaan seperti ini. Aku tidak tahu mengapa, tapi yang bisa kukatakan bahwa ketika waktu memaksa dirimu untuk melakukan berbagai macam hal dalam waktu sempit, justru di saat itulah kamu akan punya kesempatan untuk mengenal dirimu sendiri. Mungkin susah dimengerti, tapi ketika kamu sendiri yang mengalami, kamu akan tahu apa maksud dari kalimat tersebut. Jadi, jika kamu ingin mengenal siapa dirimu, apa yang kamu suka, dan apa maumu, atau ingin mendapatkan semacam kesadaran dalam hidup, maka gunakanlah waktu untuk menyita dirimu dan buatlah dirimu untuk selalu berpikir.
Ahh, aku tidak tahu kali ini tulisanku berbentuk apa. Mungkinkah catatan harian? Bisa saja. Tapi aku belum pernah seperti ini sebelumnya karena tulisanku di kompasiana ini kebanyakan merupakan cerita, drama, serta tulisan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan industri, teknik kimia, dan teknologi pangan. Mungkin ada satu yang aneh, karena satu tulisanku sebelumnya berupa promosi bukuku "Asa di Kala Senja". Ya, buku ini adalah buku perdana yang berhasil aku terbitkan karena sebelumnya aku cuma mampu menulis di koran dan media sosial seperti kompasiana. Jika anda punya waktu dan uang, boleh saja membeli dan membacanya hehe. Jujur, sebenarnya sejak diterbitkan akhir tahun lalu (November 2013), aku bahkan belum pernah melakukan promosi yang berarti untuk memperkenalkan bukuku ini. Selain tidak punya waktu (atau dengan kata lain tidak mau menyempatkan waktu hehe), aku juga kurang suka mengiklankan namaku sendiri. Terakhir, aku hanya memperkenalkan buku dari atas panggung HIMATEK Berkarir 2014, sebulan yang lalu di Aula Timur ITB. Tujuanku menulis buku sebenarnya bukan untuk mengejar popularitas, tapi hanya mengejar karya. Aku sudah cukup senang, apabila karyaku dibukukan dan itu membuat semangat untuk menulis kembali.
Ada trik sendiri bagiku untuk menulis buku. Sebenarnya aku tak pernah meluangkan waktu untuk menulis buku, yang kusempatkan waktu adalah menyusun buku tersebut. Tulisanku pada buku "Asa di Kala Senja" tidaklah berisi tulisan yang sengaja kusempatkan waktu untuk menulis. Tulisan-tulisan tersebut merupakan tulisanku sejak SMA dan semasa TPB yang kutulis saat aku butuh untuk menulis. Dan buku kedua (Food, Wastes, and Industry) serta ketigaku (The US Food Regulation System) yang kini dalam proses terbit, tidaklah berisi tulisan yang sengaja kusempatkan waktu untuk menuliskannya, tapi tulisan tersebut aku peroleh dari tulisan-tulisan yang kutulis karena aku butuh seperti tugas, kegiatan, dll. Jadi simpulannya, aku menulis buku bukan karena aku punya waktu, tapi aku hanya memanfaatkan tulisan yang pernah kubuat karena kebutuhanku untuk menulis tulisan tersebut.
Kenapa demikian? Karena aku hanya berusaha memaksimalkan kondisiku saat ini. Di tengah kehebohan perkuliahan, aku tidak ingin agar surut dalam berkarya. Jika aku tidak punya kesempatan untuk menulis buku, maka aku berusaha memanfaatkan apa yang pernah kutulis karena tugas, kegiatan, dll agar tidak hanya berakhir pada meja pengumpulan, tapi juga berakhir sebagai sebuah karya. Ini merupakan caraku tersendiri untuk mengefisienkan waktu dan kesempatan yang kupunya. Bahwa dengan kemampuan serta kondisi yang terbatas, output yang kuhasilkan bisa maksimal. Dan inilah yang saat ini sedang kulakukan. Mimpiku bahwa dalam setahun ini, paling tidak aku sudah memiliki tujuh buah buku. Karena buku yang kutulis akan genap tiga, maka ada empat buku lagi yang harus kubuat. Dan aku sama sekali tidak mau meluangkan waktu untuk menulis keempat buku tersebut. Aku tahu bahwa seiring waktu berjalan, maka aku akan memiliki tulisan-tulisan yang bisa kubukukan menjadi empat buku tersebut.
Apakah hanya buku? Tidak. Aku pun juga belajar untuk menjadi scriptwriter. Dan kuakui itu sangat tidak gampang. Terhitung sejak awal tahun ini ketika aku pertama kalinya menghubungi Hanung Bramantyo dan sempat mendapatkan konfirmasi, kini scriptku belum juga mampu one step ahead. Sudah cukup banyak sutradara yang kuhubungi namun hasilnya masih nihil. Mungkin caraku salah, mungkin belum waktunya, aku sendiri tidak tahu. Tapi aku berusaha slow saja. Ada alasan tersendiri kenapa aku ingin mempunyai film. Karena aku merupakan mahasiswa teknik kimia yang mempelajari efisiensi proses, maka aku selalu berusaha menerapkannya dalam hidup. Saat semester 3, aku pernah menuliskan naskah teater yang kemudian dipentaskan dengan wah dan maksimal di kampus. Karena aku dulu memberikan waktu lebih untuk menuliskan naskah itu, maka aku ingin agar naskah itu belum selesai penggunaannya. Bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan yang lebih maksimal setelah bersusah payah menulis naskah tersebut. Yaitu caranya dengan mengembangkan naskah tersebut menjadi film yang dapat ditonton oleh orang yang lebih banyak. Sutradara terakhir kuhubungi, yaitu Syaiful Irba Tanpaka, mengomentari bahwa naskah tersebut keren dan potensial, namun membutuhkan dana yang banyak. Beliau sudah mencoba mencari support ke beberapa pihak, namun belum mendapatkan hasil. Hmm, kalau begitu kutunggu saja. Tapi omong-omong, di antara kompasianer apakah ada yang bekerja sebagai sutradara? Jika ada, mohon beritahu aku dan aku akan memperkenalkan naskahku tersebut. Drama tersebut berjudul Sakawakhian: Budaya, Cinta, dan Pengorbanan. Drama ini mengisahkan tentang seorang pemuda beserta teman-temannya dari masa depan yang sedang menjalankan misi menemukan kembali budaya daerah mereka yang telah hilang di masa depan. Si pemuda pergi ke masa lalu, namun dia justru terjebak dan menjadi terikat dengan kehidupan di sana. Akhirnya teman-temannya yang sangat mendukung penelitiannya akhirnya bersusah payah menjemputnya pulang dan menyemangatinya untuk menuntaskan misinya. Drama ini kutulis untuk mengingatkan masyarakat terutama pemuda, bahwa sudah saatnya untuk tidak mau ambil pusing soal budaya daerah, karena apabila lengah, maka budaya tersebut perlahan-lahan akan hilang. Melalui drama ini juga aku ingin memperkenalkan budaya lampung, sebuah budaya daerah yang belum dikenal oleh orang banyak. Drama ini mendapatkan apresiasi positif saat dipentaskan dua tahun yang lalu di kampus ITB.
Hmm, kupikir sudah cukup dulu aku menulis hari ini. Sebenarnya masih banyak yang ingin aku bagikan. Tapi aku harus segera kembali untuk melakukan tugas-tugasku. Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca tulisanku. Salam kompasiana!