Ketika menjelang kontestasi pemilihan bakal calon pemimpin presiden maupun kepala daerah di negara Republik Indonesia. para pemimpin akan selalu bekerja keras memutar otak dalam menyusun dan menerapkan rancangan strategi yang dirasa cukup efektif dan efisien tuk menggaet hati dukungan masyarakat agar mereka bisa terpilih kembali dalam menjalani kekuasaan.
Berbagai program unggulan dan janji manis (Lip Service) yang ditawarkan kepada masyarakatnya baik itu saat sebelum menjelang pemilihan umum maupun ketika menjalani kekuasaan. Adapun cara yang hingga saat ini masih digunakan untuk mendapat persetujuan publik bukan melalui keunggulan dalam pelayanan maupun kebijakan publik. diantara cara yang mereka gunakan melalui media "Bantuan dan Hiburan" Kedua cara ini dianggap lebih praktis sebagai jalan pintas untuk mendulang atensi popularitas dan kredibilitas mereka. Istilah Bantuan dan Hiburan merupakan suatu frasa kata yang digunakan oleh kekaisaran Romawi sekitar abad 100 M yang bertujuan untuk meraih simpati publik warga kelas bawah (Proletar) dan sekaligus juga cara ini cukup efektif dalam menundukkan mereka ketika dalam kondisi memberontak/melawan akibat tidak adanya rasa kepuasan yang diterima oleh rakyat dari jalanya pelayanan yang diberikan oleh pemerintahan kekuasaan.
Kedua frasa kata Bantuan (Roti) dan Hiburan (Sirkus) merupakan frasa metonimik Panem at Circenses yang pertama kali diperkenalkan oleh penyair satir Juvenal kebangsaan Romawi. Konsep ini sangat umum waktu itu dimana pemerintah kekaisaran memberi bantuan makanan gratis dan hiburan kepada warganya dalam bentuk pertunjukan yang mewah seperti pertarungan gladiator, balapan kereta kuda, dan pertunjukan teater lainya. frasa ini digunakan oleh kelas penguasa agar dapat menjaga dan memanipulasi pemikiran kelas bawah untuk tidak mencampuri urusan internal pemerintahan dan isu-isu penting politik.
Begitupun sebaliknya yang terjadi di negara Republik Indonesia saat ini ketika rakyat miskin kelas bawah yang tidak berpendidikan sangat mudah sekali terperdaya dengan cara ini. Alih-alih menawarkan program-program yang sifatnya jangka panjang dan berdampak besar secara keberlanjutan malah sebaliknya, program yang hasilnya tidak memberi dampak significant bisa dikatakan nihil karena program yang ditawarkan hanya janji semu yang dinikmati oleh masyarakat yang sifatnya sementara. Cara seperti ini lumrah dan Sebelumnya juga pernah Terjadi baru-baru ini disaat Menjelang pemilihan umum Presiden 3 bulan yang lalu di mana waktu itu Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming sebagai wakilnya telah menyetir arus kepercayaan publik melalui mekanisme siraman Bantuan dan Hiburan kepada masyarakat kecil. Mekanisme yang mereka gunakan dengan cara mengambil dana Anggaran Peresmian Belanja Negara (APBN) sebagai modal utama dalam memberikan bantuan yang disalurkan langsung kepada masyarakat disebut juga dengan Program Bantuan Langsung Tuna (BLT) lanjutan dari program presiden sebelumnya. dimana bantuan itu bukan berupa uang melainkan kebutuhan pokok berupa beras maupun bahan sembako yang telah dikonversikan sebelumnya agar terhindar dari praktik curang money politic tujuannya pun sama untuk mendulang suara pemilihan dari simpatisan publik terutama masyarakat kelas bawah. Selain Bantuan Mereka juga menggelar berbagai pertunjukan Hiburan Pesta Rakyat yang mengundang Band tanah air dalam kampanye akbarnya dan pada akhirnya hasil dari kedua konsep tersebut berhasil dan membawa mereka menjadi calon pemimpin presiden saat ini.
Dengan demikian mengapa Konsep di atas masih dapat tumbuh subur hingga sekarang di tengah-tengah masyarakat ? Dikarenakan cara tersebut senjata paling ampuh dan mutakhir untuk Membodohi dan mengelabui segala langkah dan tindakan masyarakat agar bisa terkontrol secara penuh tanpa adanya kesadaran dan kebebasan untuk berpikir mengenai nasib masa depannya untuk arah perubahan yang baik dan bermanfaat secara universal. Itulah mengapa masyarakat kembali menjadi tumbal korban dari praktik ini yang kenikmatannya hanya sesaat dirasakan.
Seharusnya dengan kejadian serupa masyarakat bisa berpikir kritis dan jeli melihat masalah ini dengan serius dikarenakan praktik ini sebelumnya pernah terjadi dimasa silam yang hasilnya bukan memberi manfaat yang besar melainkan sebaliknya memberikan kerugian yang besar. dari situlah kita harus bisa menghentikan upaya praktik picik ini agar tidak terus berulang kembali walaupun dengan berbagai model narasi yang dibungkus sedemikian rupa oleh perkataan janji-janji manis mereka para pemimpin yang tidak mau berusaha keras menuju arah perubahan secara realistis memikirkan nasib rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H