Ada pepatah mengatakan bahwa "ikan busuk dimulai dari kepalanya" jika kata-kata dari peribahasa tersebut diresapi secara mendalam maka akan didapati bahwa peribahasa tersebut merupakan sebuah ungkapan personifikasi yang syarat penuh makna yang mendalam dan sangat pas disematkan pada seorang pemimpin di negara kita saat ini. Perbuatan yang mereka jalani dalam pemerintahanya kerap kali menuai perpecahan dan ancaman malapetaka bagi rakyatnya. Penggalan kalimat "'ikan busuk dimulai dari kepalanya" Merupakan Representasi gaya para pemimpin yang memiliki karakteristik perilaku culas (buruk). Adapun gaya pemimpin ini sering ditandai dengan membuat beberapa kebijakan yang fatal tanpa harus mempertimbangkan kemaslahatan bersama. dorongan kepentingan pribadi yang tidak mempedulikan sama sekali nilai-nilai egalliter kemanusiaan: baik itu kesetaraan maupun keadilan pada rakyatnya. Sehingga akan cenderung menimbulkan Perlakuan disparitas dan konflik yang berkepanjangan di tengah masyarakat oleh perlakuan dari kebijakan pemimpin culas tersebut.
Selain dari Kepala ikan yang busuk, apakah anggota tubuh yang lainya akan turut serta busuk juga? Maka sayapun menjawabnya dengan tegas "iya!!" Jikalau kita memperhatikan selama ini kepala ikan busuk menjadi titik tonggak awal massivenya penularan penyakit Sehingga, apabila kita tidak mampu menyingkirkan kepala ikan yang sudah terlanjur busuk tersebut maka seiring waktu badan dan ekornya pun juga akan busuk juga. Itulah mengapa kepala ikan yang busuk merupakan makna simbolik yang direpresentasikan sebagai pemimpin yang mempunyai kepribadian moral yang buruk. sedangkan, ekor merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri yang mengalami kerusakan dari penyakit yang tertular di sebabkan oleh pemimpinya yang dijadikan sebagai cerminan pedoman hidup yang di tiru.
Beranjak dari fenomena di atas, saya mengajak masyarakat kabupaten Sumbawa agar bisa lebih cerdas dalam mengambil bagian untuk memanfaatkan hak suara pemilihan secara bijak. yang saat ini tinggal menghitung hari akan mengadakan pesta demokrasi pemilihan calon kepala daerah. Namun yang jadi masalah hingga saat ini dalam pemilihan kepala daerah ataupun presiden sebelumnya, masyarakat kita terkesan acuh-tak acuh dan kurangnya minat akan kesadaran mengenai pemahaman literasi kepemimpinan suatu daerah/negara. mereka akan bersikap cenderung tidak mau tahu dan bahkan tidak memilih sama sekali (golput) dalam menentukan nasib mereka di tangan pemimpin mereka. untuk itulah memilih pemimpin yang ideal dan sejalan dengan visi dan misi menuju terwujudnya arah perubahan Pulau sumbawa harus diiringi pula oleh pengetahuan dasar fondasi yang kuat mengenai ilmu kepemipinan pemerintahan sesuai dengan sistem demokrasi.
Berbicara mengenai kepemimpinan pada hakikatnya kita akan membicarakan mengenai sesosok indvidu yang mempunyai marwah kharismatik dan kebijaksanaan yang sangat di idam-idamkan oleh khalayak masyarakat luas terlebih lagi pemimpin yang mampu mengatur dan mengawasi rakyatnya dalam menjalani hidup sebagai warga negara yang baik. Pemimpin sejati, seharusnya bisa mengedepankan Sense of Belonging (Rasa Memiliki) peduli dengan apa yang ia miliki entah itu suatu objek benda mati atau pun makhluk hidup (masyarakat). Rasa memiliki sepenuhnya didorong oleh sepenuh hati merupakan kriteria utama yang akan mampu menjaga dan merawat rakyatnya dalam memiliki massa depan dan tujuan hidup yang lebih baik. Rasa Memiliki merupakan modal utama dalam menjalankan kepemimpinan layaknya seorang Superhero, pemimpin harus hadir disetiap saat ketika dibutuhkan dan juga menjadi garda terdepan dalam melindungi dan memelihara rakyatnya dari keterancaman marabahaya.
Lalu kiranya pemimpin seperti apa yang kita butuhkan saat ini untuk membawa nama daerah Sumbawa Harum di kancah nasional.
Sayapun mencoba memberikan pandangan mengenai Pemimpin yang sesuai dengan kriteria sistem demokrasi yang kita anut saat ini.
1.Pemimpin Meritokrasi
Pertama, pemimpin meritokrasi pemimpin ini sangat ideal untuk masyarakat kita, mengapa? Karena, pemimpin ini terlahir dengan pengalaman, kecakapan dan kompetensi yang sesuai dengan kapasitas kemampuanya ataupun sebuah capaian prestasi yang di dapatnya berdasarkan pengalaman dan ilmu pengetahuan sebagai seseorang pemimpin. melainkan bukan dari status sosial yang tinggi (privillage) ataupun dengan modal kekayaan financial.
2. Pemimpin Kakistokrasi
Kedua, Kakistokrasi pemimpin yang Tak memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam memimpin sebuah negara/daerah yang di kuasainya. Kriteria pemimpin seperti ini harus di hindari karena ia tidak dapat bisa diperhitungkan dalam menjalankan proses kepemimpinan yang amanah. Mereka akan lebih cenderung mementingkan kehidupan pribadi dan koleganya entah itu pengusaha, partai, kaum elit dan mafia yang memiliki status sosial yang lebih tinggi (Opportunis). dibandingkan, mereka memperjuangkan nasib keadaan masyarakat kelas bawah (Populis).
Kurangnya Sense of Awarness yang tidak mempedulikan rakyatnya cenderung melahirkan gaya kepemimpinan yang kakistokrasi dan Otoriter ini mereka akan bertindak semaunya dalam mengontrol dan mengawasi masyarakat. Saat menjalankan sistem pemerintahan mereka tak segan-segan akan menggunakan proses kekerasan, mereka akan menindas dan mengintervensi masyarakat kelas bawah Melalui berbagai kebijakan dan keputusan yang dibuatnya. sering kali pemimpin bertangan besi ini alergi terhadap kritikan (Autokritik) mereka tak segan juga membungkam kritikan masyarakat di ruang publik serta membatasai ruang gerak dan hak-hak Kebebasan berpartisipasi dalam setiap aktivitas berwarganegara.
Melalui ulasan singkat di atas saya berharap keresahan dan kebingungan yang selama ini menghinggapi benak hati Masyarakat Pulau Sumbawa, mampu memilih kriteria seorang pemimpin sesuai dengan hati nurani tanpa adanya dorongan dan paksaan dari luar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H