Lihat ke Halaman Asli

Kharis Eirena

Mahasiswa

Foreign Policy: Larang Ekspor Nikel Mentah Indonesia

Diperbarui: 21 Maret 2023   15:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah dan tersebar hingga seluruh pelosok nusantara. Potensi sumber daya di suatu negara tentunya akan dimanfaatkan secara maksimal untuk memenuhi kepentingan ekonomi dan kesejahteraan bangsa. Sumber daya mineral merupakan salah satu potensi SDA yang menghasilkan pemasukan yang cukup besar melalui pajak dan royaltinya untuk Indonesia.

Menurut data United States Geological Survev (USGS), Indonesia menjadi negara dengan cadangan nikel nomor satu dunia dengan produksi sekitar 800 ribu ton. Posisi tersebut melampaui negara-negara lain seperti Filipina, Rusia, Kaledonia Baru, dan Australia. Sebagai negara prosuden nikel terbesar di dunia, Indonesia tentunya telah mengekspor nikel ke banyak negara di dunia seperti Tiongkok, Jepang, Malaysia, Hongkong, Swiss, dan banyak negara lainnya.

Pada awal tahun 2020, pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan baru yaitu pelarangan ekspor nikel mentah. Larangan ekspor nikel mentah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan kemudian ditetapkan per 1 Januari 2020. Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara menetapkan bahwa bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7 persen tidak dapat dikirim/diekspor mentah-mentah ke luar negeri.

Adanya kebijakan baru yang ditetapkan oleh pemerintah ini tentunya menuai beragam respon. Tidak sedikit pihak yang kontra akan larangan ekspor nikel mentah, terutama dari pihak-pihak swasta. Kebijakan ini juga menuai respon keras dari Uni Eropa berupa penggugatan Uni Eropa terhadap Indonesia melalui World Trade Organization (WTO) pada awal 2021 lalu.

Namun, tentunya kebijakan ini tidak semata-mata ditetapkan tanpa alasan/tujuan. Jika menilik lebih lanjut dalam buku International Politics: A Framework for Analysis karya Holsti, maka ada 4 dasar ditetapkannya suatu foreign policy (kebijakan luar negeri). Terdapat empat bidang dasar ditetapkan kebijakan luar negeri, yakni: keamanan, kedaulatan (otonomi), kesejahteraan, dan prestise.

Larangan ekspor nikel mentah jika dikaji melalui teori tersebut berhubungan dengan bidang kedaulatan dan kesejahteraan bangsa. Kedaulatan (otonomi) berarti kemampuan dari pemerintah untuk mengambil/menetapkan keputusan terkait berbagai urusan domestik dan luar negeri sesuai prioritas kepentingan bangsa. Sementara itu, kesejahteraan berarti keputusan/kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah diambil untuk mengatasi permasalahan-permasalahan domestik.

Urgensi pemerintah menetapkan larangan ekspor nikel mentah didasari beberapa faktor, seperti pertimbangan cadangan sumber daya nikel yang diklaim semakin menipis, memperkuat hilirisasi dalam negeri, serta pengoptimalan industri nikel dan mobil listrik.

Hilirisasi pada dasarnya dimaknai sebagai proses peleburan dan pemurnian hasil tambang. Dengan pengoptimalan hilirisasi nikel artinya nikel akan diolah dan diproses terlebih dahulu di Indonesia sebelum kemudian hasilnya akan diekspor ke manca negara. Hilirisasi nikel sendiri merupakan langkah yang diambil pemerintah untuk mendukung perkembangan industri nikel. Keputusan tersebut dilakukan dalam upaya menjaga cadangan nikel dengan mempertimbangkan keberlanjutan pasokan bahan baku dari smelter yang sudah ada. Pemerintah secara khusus menargetkan pembangunan 53 smelter hingga tahun 2024 mendatang. Selain daripada itu, pemberlakuan larangan ekspor nikel mentah juga bertujuan untuk mendukung program produksi industri mobil listrik dalam negeri.

Dengan melihat tujuan dasar pembentukan dan penetapan kebijakan larangan ekspor nikel tersebut, dapat dipahami bahwa pemerintah RI melakukan upaya untuk memprioritaskan kepentingan dan kebutuhan bangsa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dalam negeri. Industrialisasi yang sedang digencarkan pemerintah, khususnya dalam sektor tambang, merupakan proses transformasi dari suatu negara yang memiliki ketergantungan besar akan sumber daya alam menjadi negara mandiri. Maka dengan adanya Peraturan Menteri ESDM yang baru tesebut Indonesia harus bisa mengoptimalkan kemampuan sumber daya alam dan sumber daya manusianya, dan mempergunakan segala sumber daya yang dimilikinya untuk kepentingan bangsa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline