Lihat ke Halaman Asli

KHOERUL ARIF

Iso ora iso kudu iso

Perang Total Tingkatkan Kepatuhan Perpajakan (Bagian 1)

Diperbarui: 12 April 2019   16:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kurang dari sepekan Pemilu akan dilaksanakan. Kampanye yang diharapkan menyenangkan justru menegangkan. Tiap kubu saling sindir, serang, dan menekan bahkan tagar perang dikumandangkan. Jika untuk pemilu segala daya & upaya dikerahkan maka seharusnya urusan pajaklah yang harus dimenangkan. Mengapa?.

Sekitar 80% pendapatan negara berasal dari perpajakan. Belanja sosial, pendidikan, kesehatan dan lainnya bergantung pada pajak termasuk biaya pemilu kali ini.

Semua calon baik presiden maupun anggota legislatif menjual janji & program yang menyenangkan. Hanya sesekali kesempatan sang calon membahas Perpajakan. Janji menurunkan tarif, meningkatkan tax ratio adalah contohnya. Sudahkah janji itu didasari kajian mendalam atau hanya untuk memuaskan banyak orang?.

Kepatuhan Wajib Pajak (WP) Sekarang

Di ujung bulan maret dan april adalah batas akhir Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi (OP) dan Badan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Fakta menunjukkan belum pernah kepatuhan formal ini mencapai 100% dengan berbagai dalih & alasan. Berdasarkan Laporan Tahunan DJP 2017 tingkat kepatuhan WP menyampaikan SPT Tahunan 2017 sebesar 72,64%. Angka ini naik 12% dari tahun sebelumnya yang hanya 60,82%. Bagaimana dengan pelaporan tahun 2018?.

Per 1 April 2019, SPT Tahunan yang telah masuk berjumlah sekitar 11 juta dari 17,5 juta SPT yang wajib lapor. Angka ini masih akan bertambah sampai batas akhir penyampaian SPT Badan di 30 April nanti. Sekiranya seluruh WP Badan melaporkan SPT Tahunan jumlah yang lapor hanya akan bertambah sekitar 1 juta SPT mengingat jumlah WP Badan yang wajib lapor SPT Tahunan berjumlah 1,4 juta WP.

Orang pribadi dan Badan yang terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berjumlah 39,1 juta WP (data 15 Maret 2018). Di sisi lain jumlah penduduk Indonesia saat ini sudah sekitar 250 juta jiwa. Jika angka-angka tadi dirangkai dalam satu kalimat kira-kira bunyinya begini: Seperempat milyar penduduk Indonesia dibiayai oleh kurang 20% warganya itupun dengan kepatuhan yang rendah. Ironis bukan?.

Pemilu dan pajak tidak bisa dipisahkan. Tidak sekadar pemilu dibiayai uang pajak tetapi hasil pemilu menentukan nasib reformasi perpajakan yang sedang berjalan. RUU pajak baru sudah dibahas DPR dan Pemerintah tiga tahun silam. Di tahun politik ini pembahasan ditunda sampai hajatan pesta demokrasi diselenggarakan. Wajar, pemimpin dan wakil rakyat baru sudah di tunggu berbagai cita dan harapan termasuk urusan perpajakan.

Tren tidak tercapainya penerimaan selama delapan tahun ke belakang menjadi tantangan yang harus diselesaikan. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak 2018 sebesar Rp1.315 triliun atau 92% dari target. Persentase tertinggi terjadi pada tahun 2011 yang mencapai 97% yaitu sebesar Rp743 triliun dari target Rp763 triliun.

Gonjang-ganjing politik menjadi ancaman. Tidak hanya rakyat menjadi tidak nyaman namun juga mengganggu penerimaan. Jika penerimaan terus tidak tercapai maka harapan mengurangi utang menjadi buyar. Oleh karena itu, slogan perang-perangan sebaiknya diwujudkan untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan.

Empat Pilar Kepatuhan 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline