Lihat ke Halaman Asli

Jodoh Bukan Dicari, tetapi Ditemukan

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber : http://azizbatosay.blogspot.com/2011/12/cerita-petani.html)

Jodoh bukan dicari, tetapi ditemukan. Karena jodoh adalah pertemuan. Tahap – tahap menemukan jodoh adalah berjalan melayani. Siapa yang dilayani? Bukan ia. Tetapi diri sendiri. Dengan melayani diri sendiri, meningkatkan kualitas sebagai pusat daya tarik magnet – magnet yang tersebar, semua (mereka) akan berebut mengerubungi kita. Ibarat petani dan ladangnya. Jika petani tersebut berkualitas (tahu cara menjadi petani yang baik), ladangnya akan ditumbuhi tumbuh – tumbuhan yang diinginkan.

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Petani dan ladangnya (sumber : http://azizbatosay.blogspot.com/2011/12/cerita-petani.html)"][/caption]

Percuma Anda mencari. Tidak akan ketemu. Apalagi tanpa meng-upgrade diri. Karena jika Anda mencari, artinya Anda berharap lebih. Dan berharap adalah sesuatu yang takkan pernah mati. Yang kita perlu lakukan hanyalah berjalan. Melewati tahap – tahap yang sudah disediakan. Dari seberang-pun demikian, ada manusia yang sedang mendaki aral – aralnya untuk segera menemui Anda. Dia juga tidak mau menunggu karena saking tertariknya pada Anda. Tumbuhan yang ingin tumbuh akan melakukan yang terbaik agar disayangi petani.

Lain halnya jika Anda mencari, berpindah – pindah. Mungkin ada yang tertarik, tetapi kemungkinan besar ia juga sedang mencari.

Aku sependapat dengan pernyataan “Laki – laki yang baik, untuk wanita yang baik, begitu pula sebaliknya”. Tetapi bagaimana dengan fakta yang tampak bahwa manusia yang baik ada yang bersanding hidup dengan yang kurang baik? Logikanya begini saja, ketika ada sesuatu yang kurang baik dipilih sebagai pilihan, apakah pilihan tersebut tidak menentukan kualitas pemilih? Jelas sangat menentukan. Toh apa yang kita pilih karena perasaan cocok alias sama. Jika pilihanmu salah, maka yang salah adalah pemilih. Bukan yang dipilih. Salahmu kenapa memilih yang tidak tepat? Kenapa tidak dicerna dahulu barang yang akan kau tentukan? Karena kemampuan manusia terbatas? Ah, tidak. Itu alibi. Otak kita jelas terbatas tetapi kita tidak tahu sampai mana batasnya.

“Dulu dia baik, tetapi kini ia berubah, mas. Padahal sudah melakukan yang terbaik untuk melayaninya”. Ingat ! Mustahil manusia berubah dengan sendirinya tanpa faktor – faktor yang mendukung. Semua berproses. Tanyakan dirimu, tidak adakah faktor dari kita yang membuatnya berubah? Jangan bohongi diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline