Lihat ke Halaman Asli

Jenis-jenis Angklung

Diperbarui: 11 Desember 2021   14:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

(Sejarah Perkembangan Angklung)

Deskripsi Singkat

Bagi masyarakat tradisional, alat musik merupakan salah satu bagian dari
kehidupan spiritual mereka yang mengiringi acara-acara ritual. Oleh karena
itu, bagi mereka, alat musik memiliki makna dan filosofi tersendiri.

Angklung adalah sebutan bagi alat musik yang terbuat dari bambu. Ada yang
mengatakan bahwa istilah ini berasal dari dua kata bahasa Bali yaitu angka
(artinya nada) dan lung (artinya patah/putus), karena memang alat ini berbunyi
dengan suara terputusputus karena digetarkan. Sementara itu di Sunda, istilah
ini dianggap berasal dari kata angkleung-angkleungan (artinya gerakan
bergoyang) dan klung (bunyi bambu dipukul). Berdasarkan situs resmi UNESCO,
angklung awalnya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk
upacara-upacara ritual dengan tangga nada pentatonik.

Seiring berjalannya waktu, angklung juga mengalami beberapa perubahan
baik dari segi bentuk maupun fungsinya yang dikarenakan oleh
pengaruh- pengaruh dari kebudayaanlain. Misalnya Angklung Padaeng yang
memiliki tangga nada diatonis yang mengadaptasi dari tangga nada musik barat.

Angklung ini diciptakan oleh Daeng Soetigna pada tahun 1938 sebagai media
pendidikan musik untuk anak-anak sekolah.

Jenis-jenis Angklung yang ada di Nusantara sangatlah beragam. Hal ini menandakan bahwa budaya masyarakat disetiap daerah mempunyai banyak kesamaan. Materi yang akan dibahas disini adalah tentang alat musik Angklung dan peranannya di masyarakat.
Adapun jenis-jenis Angklung yang berkembang di masyarakat Nusantara adalah sebagai berikut:
   
Angklung Kanekes

Angklung di daerah Kanekes (sering disebut orang Baduy) digunakan terutama karena
hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung ini digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang).

Menabuh angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas
(dikurulungkeun). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus
padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare
(mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam
bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada
musim menanam padi berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut
musungkeun angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.
           
b. Angklung Reyog                

Angklung Reyog merupakan alat musik untuk mengiringi Tarian Reyog Ponorogo JawaTimur.  
Angklung Reyog memiliki khas dari segi suara yang sangat keras, memiliki dua nada serta bentuk yang lengkungan rotan yang menarik (tidak seperti angklung umumnya yang berbentuk kubus) dengan hiasan benang berumbai-rumbai warna yang indah.
Di kisahkan angklung merupakan sebuah senjata dari kerajaan bantarangin ketika
melawan kerajaan lodaya pada abad ke 9, ketika kemenangan oleh kerajaan bantarangin para
prajurit gembira tak terkecuali pemegang angklung, karena kekuatan yang luar biasa penguat
dari tali tersebut lenggang hingga menghasilkan suara yang khas yaitu klong- klok dan klung
kluk bila didengar akan merasakan getaran spiritual.

c. Angklung Gubrag

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline