Perwujudan negara hukum Indonesia tercermin dari peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk memberi pedoman bagi rakyat dalam menjalankan aktivitas bagi warga negara, termasuk dalam aspek ketenagakerjaan. Perburuhan atau Ketenagakerjaan di Indonesia diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, tepatnya dalam Bab 1 Pasal 1 ditegaskan bahwa ketenagakerjaan dinyatakan adalah semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pada saat itu sebelum, selama dan setelah bekerja. Dalam hal ini, sesuai dengan Pasal 1 Angka 2 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang dimaksud dengan Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa untuk kebaikan memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan untuk masyarakat.
Masalah pekerjaan itu sering terjadi, secara umum ketidakpuasan ini biasanya pada masalah pengupahan, jaminan sosial, penugasan yang kadang tidak sesuai dengan kepribadian, masalah pribadi, dsb.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Pekerjaan Umum, bahwa jumlah pekerja yang bekerja disektor jasa Konstruksi atau tenaga kerja lapangan di Indonesia sampai saat ini ialah 8,14juta tenaga kerja, dengan presentasi berdasarkan tingkat pendidikan sebanyak 5,98juta orabg berpendidikan dibawah SMA dan pendidikan diatas SMA sebanyak 2,15juta orang. Sedangkan, dilihat dari jumlah tenaga kerjanya yang sudah tersertifikasi sebanyak 485.534 orang dengan komposisi tenaga kerja terampil sebanyak 333.706 orang dan tenaga ahli sebanyak 151.828 orang.
Setiap pekerjaan pasti mengandung potensi resiko bahaya dalam bentuk kecelakaan kerja. Besarnya potensi kecelakaan kerja tersebut tergantung dari jenis produksi, teknologi yang dipakai, bahan yang digunakan, tata ruang dan lingkungan bangunan serta kualitas manajemen dan tenaga kerja pelaksana. Menurut Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, berdasarjan data BPJS Ketenagakerjaan yang dihitung sejak Januari-Maret 2022, jumlah kecelakaan kerja tercatat sebanyak 61.805 kasus yang didominasi oleh kelompok usia muda 20-25tahun.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, begitu juga dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 Bab IV tentang Pembinaan Perlindungan Kerja tertulis bahwa tenaga kerja berhak mendapatkan perlindubgan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, dan pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Pelindungan dimaksudkan agar tenaga kerja dapat secara aman melakukan pekerjaannya sehari-hari sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktivitas pekerjaannya.
Peran pemerintah akan semakin ketika pola hubungan pekerja-pengusaha berubah menjadi industrial yang tidak saja melibatkan pekerja dan pengusaha akan tetapi menegaskan posisi pemerintah sebagai pihak ketiga. Hampir tidak ada program kerja yang diambil dan dikeluarkan untuk menunjang tujuan negara dari pusat sampai daerah pasti mengalami yang namanya hambatan dan kendala yang dihadapi sebagai imbas suatu program kerja dan kebijakan agar selalu melakukan evaluasi dan perbaikan kinerja. Demikian juga terkait program kerja melalui sejumlah kebijakan yang legal formalkan kedalam peraturan perundang-undangan yang ditujukan untuk Perlindungan Hukum bagi pemenuhan Jaminan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Adapun berikut hambatan yang dimaksud ialah : Lemahnya Pengawasan Ketenagakerjaan, Faktor Sumber Daya Manusia, Faktor Anggaran, Faktor Kesadaran Pekerja, Kurangnya Kesadaran Pimpinan Perusahaan.
Berdasarkan Pasal 166 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan 2(dua) kali uang pesangon yang sesuai dengan ketentuan Pasal 156 Ayat (3), Undang-Undang Ketenagakerjaan, yakni sebesar 3bulan upah dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Uang penggantian tersebut meliputi : Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, biaya atau ongkos pulang pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja, penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat dan hal-hal yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.
Undang-Undang Ketenagakerjaan telah diatur beberapa pasal untuk memberikan perlindungan kepada para pekerja. Perlindungan ini sebagai wujud pengakuan terhadap hak-hak para pekerja sebagai manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi dengan mempertimbangkan keterbatasan kemampuan fisiknya.
Setiap pekerja pada dasarnya mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan atas kesehatan dan keselamatan kerja (k3). Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, diselenggarakan upaya kesehatan dan keselamatan kerja (k3). Upaya kesehatan dan keselamatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya ditempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
Penulis :