Lihat ke Halaman Asli

Layanan Psikosial Kepada Korban Gempa Kertasari: Menghadirkan Harapan di Tengah Kesedihan

Diperbarui: 9 Oktober 2024   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahasiswa BKI UIN SGD Bandung

Gempa bumi berkekuatan 5.0 pada 18 September 2024 mengguncang Kecamatan Kertasari yang meninggalkan dampak bagi para korban. Tidak hanya merusak infrastruktur dan rumah, tetapi juga berdampak kepada kestabilan mental dan emosional masyarakat. Ketua Program Studi Bimbangan Konseling Islam Dede Lukman menuturkan bahwa peristiwa bencana alam dapat menganggu kondisi psikologis seseorang karena mengancam keselamatan jiwa. Ketidakseimbangan kondisi psikologis tersebut dapat terlihat dari gejala-gejala seperti syok, mimpi buruk, sulit konsentrasi, cemas, waspada secara berlebihan dan adanya perasaan tidak aman.

Pada tanggal 28-29 September, Jurusan Bimbingan Konseling Islam UIN SGD Bandung menurunkan sejumlah mahasiswa untuk melakukan layanan psikososial sebagai upaya peduli kepada keadaan lingkungan sekitar. Layanan psikosial tersebut berupa kegiatan sosial dan kegiatan yang bersifat bantuan psikologis yang berdampak langsung pada Kesehatan mental penyintas. Jurusan BKI UIN SGD Bandung sendiri lebih fokus kepada pemulihan kondisi psikologis melalui kegiatan-kegiatan pemberian dukungan psikologis awal yaitu kegiatan pemulihan kondisi mental untuk ibu-ibu dan anak-anak.

Gempa bumi memiliki dampak yang signifikan terhadap anak-anak, baik secara fisik maupun psikologis. Trauma yang dialami dapat memicu ketakutan yang mendalam, terutama jika mereka menyaksikan kerusakan dan kekacauan di sekitar mereka. Perubahan mendadak dalam lingkungan, seperti kehilangan rumah atau kehilangan anggota keluarga, membuat anak-anak merasa tidak aman dan cemas. Selain itu, banyak anak yang mengalami kesulitan untuk kembali ke sekolah, yang dapat menghambat proses belajar dan perkembangan sosial mereka.

“Pas saya turun jadi relawan disana sih kita berusaha untuk mencoba mengalihkan perhatian anak-anak supaya mereka tidak cemas dan khawatir lagi. Fokus kita seneng-seneng main games seru-seruan sama anak-anak dan didalam games itu pun diselingi dengan pertanyaan bagaimana perasaan yang dialami pada saat ini dengan tujuan agar mereka tidak kesepian dan tidak merasa sendiri” ucap Dina selaku sukarelawan yang turun langsung ke lokasi bencana.

Pemberian layanan psikososial kepada anak-anak pasca-gempa sangat penting untuk mendukung pemulihan mental dan emosional mereka. Pemberian layanan psikososial ini  anak-anak dibagi ke dalam kelompok sesuai dengan usia perkembangan mereka, mulai dari TK hingga kelas 2 SMP. Pembagian kelompok ini memungkinkan setiap kelompok untuk terlibat dalam kegiatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan mereka. Misalnya, anak-anak TK hingga kelas 2 SD dapat diajak bermain permainan sederhana yang mendorong interaksi sosial dan kreativitas, seperti menggambar, atau permainan fisik yang menyenangkan, begitu juga dengan anak-anak kelas 3 hingga kelas 6 SD bisa dilibatkan dalam permainan yang menyenangkan namun diiringi dengan aktivitas yang lebih kompleks.

Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya membantu anak-anak mengekspresikan perasaan mereka, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan dan dukungan di antara mereka. Dengan pendekatan yang sesuai dengan usia dan kebutuhan mereka, diharapkan anak-anak dapat lebih mudah mengatasi trauma dan membangun kembali rasa aman serta kepercayaan diri mereka.

Selain itu dampak kepada ibu-ibu sering kali sangat berat,baik secara fisik ataupun emosional. Selain menghadapi kehilangan rumah dan harta benda, mereka juga harus mengurus anak-anak dan keluarga di tengah situasi yang penuh ketidakpastian. Stres dan kecemasan yang muncul akibat kondisi pasca-gempa dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka, serta kemampuan untuk memberikan dukungan emosional kepada anggota keluarga lainnya.

Adapun bentuk layanan dukungan kepada ibu-ibu yaitu dengan memberikan layanan terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) dengan cara tapping atau mengetuk beberapa titik bagian tubuh tertentu dengan tujuan memberikan afirmasi kepada diri sendiri dan mengeluarkan emosi-emosi negatif pasca gempa bumi.

Kehadiran mahasiswa Bimbingan Konseling Islam UIN SGD Bandung disambut dengan ramah oleh masyarakat sekitar. Partisipasi mereka dalam memberikan layanan psikososial menunjukkan kepedulian dan komitmen untuk membantu meringankan beban psikologis yang dialami oleh para korban bencana. Melalui interaksi ini, mahasiswa tidak hanya berperan sebagai pendukung, tetapi juga sebagai penghubung dalam membangun kesadaran akan pentingnya kesehatan mental di tengah masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline