Media sosial adalah sebuah laman atau aplikasi yang memungkinkan pengguna dapat membuat dan berbagi isi atau terlibat dalam jaringan sosial, umumnya digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan ide dalam isi blog, wiki, forum dan dunia virtual (Gani, 2020). Perkembangan yang pesat terhadap internet juga memiliki sisi keunggulan dan kejahatan. Pertama, beberapa keunggulan yang dapat diperoleh dalam media sosial, misalnya belajar secara online dengan menggunakan youtube, daring melalui zoom, dan lain sebagainya. Kecanggihan media sosial saat ini juga lebih mampu update terhadap berita-berita terkini, bahkan media sosial juga bisa dijadikan media bisnis online atau menjual jasa sebagai sumber penghasilan. Kedua, Kenakalan anak diambil dari istilah bahasa Inggris yaitu Juvenile Delinquency. Juvenile artinya young, anak-anak, anakmuda, sedangkan Delinquency memiliki arti doing wrong, terabaikan/mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, dan lain-lain. (Soetodjo, 2006). Melakukan perbuatan jahat (kejahatan) yang saat ini tidak hanya di dunia nyata saja, tetapi banyak orang melakukan kejahatan tersebut melalui media online atau dunia virtual. Kejahatan di media sosial kebanyakan melalui komentar negatif yang sering terjadi dikalangan remaja yaitu kasus perundungan atau bullying di media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter/X, dan lain sebagainya.
Hal ini tidak bisa dianggap remeh akibat dari buruknya media sosial yang sangat menyimpang di kalangan remaja. Maka harus adanya filter yang dibutuhkan agar lebih beretika dalam bermain atau berkomentar di media sosial. Menurut Howard P.N dan Parks M.R. (2012), media sosial adalah media yang memiliki 3 bagian, yaitu : Prasarana informasi dan alat yang digunakan untuk memproduksi dan mendistribusikan isi media, Isi media berupa pesan-pesan pribadi, berita, gagasan, dan produk-produk budaya yang berbentuk digital, kemudian memproduksi dan mengkonsumsi isi media dalam bentuk digital atau online yaitu individu, organisasi, dan industri. Hal yang menarik ialah keanggotaan yang menggunakan internet tidak mengenal perbedaan seperti ras, kelas ekonomi, negara, dan faktor-faktor lain yang menghambat dalam pertukaran pikiran manusia.
Terlihat dari hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) di mana tingkat penetrasi internet di kelompok usia 13-18 tahun mencapai 99,16% pada 2021-2022. Posisi kedua ditempati oleh kelompok usia 19-34 tahun dengan tingkat penetrasi internet sebesar 98,64%. Tingkat penetrasi internet di rentang usia 35-54 tahun sebesar 87,30%. (DataIndonesia.id)
Banyaknya pengguna media sosial yang membuat hal negatif dalam pola perilaku remaja salah satunya adalah banyaknya tindakan cyber bullying yang secara tidak langsung, seperti menghina, mengejek, mengolok-olok, mencela, menyebarkan rumor, dan bahkan mengancam si pengguna melalui media elektronik. Maraknya kejadian cyber bullying dikalangan remaja saat ini membuat seseorang menjadi depresi, murung, ketakutan yang selalu muncul, selalu merasa bersalah atau gagal dalam mengatasi gangguan yang menimpa dirinya sendiri, bahkan banyak dari korban cyber bullying memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidupnya, karena selalu diganggu dan tak tahan lagi untuk hidup. Hal tersebut merupakan kenakalan remaja yang semakin hari semakin meresahkan dan hal tersebut telah menjurus pada tindakan kriminal dan harus di pidanakan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Nomor 19 tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 29 berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi". Dan pasal 29 mempunyai sanksi pidana yang ditentukan dalam pasal 45B Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang berbunyi: "Setiap orang yang memenuhi unsur sebagimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 750.000.000,00. (tujuh ratus lima puluh juta).
Dari data U-Report Indonesia pada tahun 2019, bahwa kekerasan sering terjadi di jejaring sosial sebanyak 71%, aplikasi chatting 19%, game online 5%, youtube 1% dan yang lainnya hanya mendapat angka 4%. Menurut laporan Polda Metro Jaya, terdapat kurang lebih 25 kasus yang dilaporkan setiap harinya. Angka ini terus meningkat, karena naiknya jumlah pengguna internet atau media sosial di setiap tahunnya.
Dari pandangan hal ini bahwa Teori Kontrol Sosial berpotensi menentukan perilaku seseorang terhadap norma sosial di lingkungan tersebut. Travis Hirschi (1969:55-69) mengatakan bahwa memiliki beberapa proposisi terhadap kontrol sosial, yaitu:
1.) Bahwa berbagai bentuk penolakan terhadap aturan-aturan sosial adalah awal dari kegagalan mensosialisasikan individu untuk bertindak terhadap aturan.
2.) Perilaku menyimpang dan kriminalitas adalah bukti kegagalan kelompok sosial untuk membangun individu yang patuh dan taat kepada norma dan nilai, seperti keluarga instansi pemerintah, dan lain sebagainya.
3.) Setiap individu wajib belajar untuk melakukan hal yang baik terhadap lingkungan sekitar agar tidak melakukan hal yang negatif atau menyimpang.