[caption caption="Ilustrasi - sunatan massal (tribunnews.com)"][/caption]TATA cara khitan atau khitan (Jelisen-Gayo:red) bagi anak laki-laki setiap daerah punya keunikan sendiri, tak terkecuali di dataran tinggi Gayo di pegunungan bagian tengah Provinsi Aceh.
Khitan di Gayo tempo doeloe diungkapkan oleh sejumlah saksi sejarah dan pemerhati budaya dalam kesempatan diskusi beberapa waktu silam di Takengon. Di antara mereka ada Tgk. H. Mahmud Ibrahim, M. Jusin Saleh, Ibrahim Kadir, MK. Bidasari, Salman Yoga S dan Yusradi Usman al-Gayoni.
Anak laki-laki yang dikhitan, dijelaskan MK. Bidasari, terlebih dahulu dimandikan, lalu dikenakan pakaian putih sebagai pertanda si anak akan memulai kehidupannya sebagai seorang muslim. Lalu disyahadatkan yang dilanjutkan dengan doa bersama, kemudian diserahkan kepada Mudim “ahli khitan”. Seorang Mudim memiliki pisau kecil yang seolah-olah dikeramatkan yang dibungkus dengan kain putih dan merah.
Mudim, dalam perannya selalu memakai obat penyembuh luka khitan berupa batang Keladi (Lumu-Gayo:red). Saat memulai khitan, Mudim membaca doa dan memukul paha bagian dalam si anak dan khitan sudah berlangsung, tidak ada darah yang keluar karena sudah dipantan (penghentian pendarahan dengan cara magic).
Setelah luka khitan sembuh sekitar satu minggu, Mudim diundang kembali sebagai penghormatan serta tanda ucapan terima kasih. Mudim tidak mengenakan biaya sama sekali. Pada saat itu juga diundang sanak keluarga dan diadakan kenduri sebagai pengumuman jika si anak sudah dikhitan.
Untuk anak perempuan, khitan dilakukan secara rahasia (tersembunyi), hanya satu atau beberapa anggota keluarga saja yang tahu. Biasanya bibinya yang melakukan. Tahu tapi tidak diberitahukan, begitu khitan untuk anak perempuan di Gayo.
Keterangan ini ditimpali tokoh adat Gayo, M. Jusin Saleh. Seorang anak setelah dikhitan sudah disediakan seperangkat perlengkapan shalat berupa peci dan kain sarung. Dan menurut penyair Ibrahim Kadir, mengiringi prosesi khitan ini diiringi dengan shalawat nabi beramai-ramai oleh keluarga yang hadir.
Prinsip Khitan di Gayo
Prinsip khitan dijelaskan Mahmud Ibrahim. Khitan secara tradisional Gayo salah satu prinsipnya adalah si anak sebelum dikhitan harus digembirakan sehingga anak-anak yang lain yang belum dikhitan bertanya-tanya, kapan saya disunat. Cara menggembirakannya, urai Tgk. Mahmud Ibrahim dengan disalin yang maksudnya diberikan pakaian lengkap dari kopiah hingga ke selop, tidak boleh yang sudah dipakai, mesti serbabaru.
Selanjutnya, prinsip yang kedua, anak yang disunat mesti diberi penghormatan bukan sebagai anak-anak, tapi sebagai anggota keluarga yang dihargai atau bernilai dalam keluarga. Maksudnya agar si anak merasa dewasa setelah dikhitan. Selain itu, dibangun imej jika saat disunat si anak akan mendapatkan uang banyak dan tempat uang memang sudah disiapkan yang dipegang oleh anak yang disunat. Saat kenduri, semua yang datang mesti bawa uang dan memberikannya kepada si anak.
Saat penyelenggaraan sunat oleh Mudim, shalawat tidak pernah berhenti hingga selesai. Saat sedang shalawat itu, si anak diberi kunyahan berupa konyel (salah satu bahan sirih terbuat dari kulit kayu hutan) yang rasanya kelat. Shalawat dan konyel ini bertujuan sebagai pelale agar si anak lupa jika dia akan disunat dan tidak merasa ngeri atau takut. Mahmud Ibrahim mengaku mengalami seperti itu.